Lihat ke Halaman Asli

Tiara AnwarSekar

Mahasiswi salah salah satu perguruan tinggi Jakarta

Cerdik Seperti Si Kancil agar Tidak Tertipu Hoax

Diperbarui: 25 Oktober 2022   22:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dongeng sebagai budaya lisan sudah melekat dengan masyarakat kita dari zaman nenek moyang. Tidak hanya dongeng saja, karya sastra seperti hikayat dan syair juga sejatinya menjadi bagian dari budaya lisan. Inilah cara para pendahulu kita mengajarkan nilai-nilai kehidupan kepada generasi kita.

Selain dituturkan, kisah-kisah dalam budaya lisan tersebut dapat kita jumpai di naskah kuno. Setiap daerah di Indonesia memiliki peninggalan naskah kuno dengan ciri khas daerah masing-masing, baik dari aksara, bahasa, hingga bahannya. Dengan ciri itulah kita bisa tau di mana, kapan, dan oleh siapa naskah tersebut dibuat. Naskah kuno inilah, yang menjadi cikal bakal dongeng yang beredar di masa kini.

Salah satu contoh dongeng yang terkenal di kalangan masyarakat ialah “Dongeng Kancil”. Kalian pasti sudah sering dengar, bukan? "Dongeng Kancil" sudah melegenda dalam masyarakat kita, karena sifat dari tokoh si Kancil yang seringkali digambarkan hewan yang cerdik. Kancil berhasil mengelabuhi hewan lainnya agar ia bisa lolos dari permasalahan yang ia hadapi. Sifat cerdik kancil inilah yang dapat dijadikan pelajaran bagi kita dalam menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan.

“Dongeng Kancil” yang merupakan bagian dari “Bedhel Basa lan Sastra Jawi” ini menceritakan perjalanan hidup seekor kancil yang dilahirkan oleh wanita bernama Dewi Sungkawa. Kancil kemudian tumbuh dan berkembang hingga melanglang buana ke penjuru hutan. Dalam perjalanannya, ia menemui berbagai penghuni hutan, dari wujud binatang buas hingga raksasa. Mereka tak luput dari akal cerdik si kancil. Mereka selalu tertipu oleh kancil. Berkat kecerdikannya, si kancil berkali-kali lolos dari hewan buas yang igin memangsanya. Tidak hanya beraksi di hutan, kancil juga beraksi di suatu taman kerajaan, dan menjadi buah bibir di wilayah tersebut. Ia pun mengelabuhi para bangsawan kerajaan, hingga terjadi keributan. Pada akhirnya si kancil ditangkap dan dibunuh di tangan raja.

Dongeng ini disalin dalam bentuk prosa oleh Raden Mas Dayat Mukadam Nataseputra Samarasika (Pakualam) pada Senen Pon 25 Sapar (26 Juli 1897), yang saat itu beliau berusia 17 tahun.

Dari “Dongeng Kancil” salinan Nataseputra tersebut, terdapat beberapa pesan moral yang dapat kita ambil, di antaranya:

1.         Kita harus cerdik dalam menghadapi masalah.

Seperti kancil saat terperosok ke lubang, ia memperdaya banteng dengan dalih akan terjadi kiamat, lalu banteng akan aman jika masuk ke dalam lubang. Bateng pun mengikuti arahan si kancil, lalu dengan begitu, kancil menaiki tubuh banteng dan ia berhasil keluar dari lubang tersebut.

2.         Pantang menyerah dan pandai mencari peluang.

Saat kancil ditangkap oleh Raja, kancil mencari peluang supaya tidak dihukum dan bisa menikmati fasilitas kerjaan. Ia pun kembali berbual mengenai dirinya yang merupakan utusan Nabi Sulaiman serta bisa meramal. Setelah kejadian itu, kancil dihormati dan dicintai para bangsawan kerajaan, diberi makan yang nikmat, bahkan tidur dipangkuan raja. Kecerdikan kancil tidak hanya membuatnya merasakan fasilitas kerajaan, melainkan juga membuat kedudukannya menjadi terhormat.

3.         Jangan menelan mentah-mentah informasi yang didapatkan, bersikap kritislah dalam menanggapi suatu informasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline