Lihat ke Halaman Asli

Di Mana Sang Kodok Berada

Diperbarui: 24 Juni 2015   15:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sering kali kita jumpai komunitas pecinta penghijauan  berbondong-bondong melakukan aksi penanaman kembali bibit pohon, agar jika sudah tumbuh besar setidaknya pohon  - pohon itu dapat menyerap air banjir yang sering mampir ke rumah - rumah warga di daerah yang rawan terkena dampak musibah banjir. Namun, jika hanya satu atau bahkan tidak lebih dari 10 komunitas saja yang berperan aktif untuk menyempurnakan kembali titik hijau yang bebas dari gersangnya Ibukota, apakah itu cukup? Mungkin itu hanya sekelibat aksi yang sementara, tapi adakah cara lain untuk mengatasinya? Sang Pemimpin Daerah saja belum ada satupun yang dapat memecahkan masalah ini, terlebih Pemimpin Rakyat ini.

Lapangnya taman hijau yang dulu membentang luas mungkin mampu untuk menghadang musibah banjir, tetapi kenyataan saat ini sangat memprihatinkan. Semua taman hijau itu sudah lenyap, sudah berubah wujud menjadi bangunan - bangunan bisnis yang tak lepas dari peran para pelaku ekonomi, bahkan danau, kali atau sungai yang sempat menjadi tempat bermain bagi kodok kecil, kini sudah jarang dapat kita temui keasriannya. Lautan saja  dapat disulap menjadi perumahan mewah yang harganya Milyaran, tetapi mereka tidak sadar bahwa mereka telah banyak mengambil tanah untuk penghijauan. Bayangkan apabila diseluruh kota hanya terdapat bangunan - bangunan kokoh, tanpa ada resapan air atau taman didekatnya, bukankah itu akan mengancam diri mereka sendiri?

Selama ini penduduk Ibukota selalu menyalahkan banjir kiriman yang datangnya dari kota sebelah, mungkin benar, tetapi jika kita lebih dahulu waspada dengan memperbanyak taman hijau untuk resapan air, mungkin musibah banjir sedikit dapat teratasi.  Di pinggir kali dan sungai masih saja ada rumah - rumah penduduk yang tidak resmi, tidak adanya ketegasan peran pimpinan daerah dalam hal ini tentu merusak semua yang ada di sekitar kali maupun sungai. Sampah yang mengambang dan membusuk juga dapat menjadi wabah penyakit bagi penduduk di sekitarnya. Kodok yang semula berada di sana mungkin berkata, "dimana tempat yang layak untuk ku tinggal? " , sang kodok tersesat dalam situasi yang memprihatinkan, bahkan sang kodokpun menangis, kesakitan dan kemudian mati.  Jika saja semua orang berbenah diri untuk tidak mementingkan egonya masing - masing, mungkin hal yang tidak kita inginkan dimasa datangpun tidak akan terjadi. Andai saja tanah lapang yang dipenuhi tanaman hijau tidak dibangun gedung - gedung bertingkat dan mall - mall, pasti air banjir tidak akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline