Desa Campursari merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. Di Desa Campursari terdapat berbagai potensi dalam segala aspek salah satunya adalah aspek kesenian yang masih sangat dijaga dan dilestarikan oleh warga desa Campursari diantaranya yang paling eksis yaitu kesenian Kuda Lumping dan Buto Gedruk. Dalam artikel ini khususnya akan membahas tentang Buto Gedruk.
Tarian Buto Gedruk merupakan tarian yang memiliki ciri khas memakai topeng yang menyeramkan yang menggambarkan raksasa atau buto. Ada banyak sumber yang memberikan informasi berbeda tentang asal tarian Buto Gedruk ini, ada yang menyebutkan bahwa tarian Buto Gedruk berasal dari daerah lereng Gunung Merapi yang kemudian dikembangkan di Sleman, Yogyakarta dan adapula yang menyebutkan bahwa tarian ini berasal dari daerah Magelang, Jawa Tengah.
Kesenian Gedruk atau Tari Rampak Buta atau Tari Rampak Gedruk Buto adalah genre seni pertunjukan tari tradisional kerakyatan yang berbentuk komposisi tari kelompok. Gedrug secara etimologis, memiliki arti hentakankaki. Gedrug berarti satu kaki berdiri pada jendul telapak, tepat di belakang tumit kaki yang lain (Clara Brakel-Papenhuyzen, 1991: 124). Tari Rampak Gedruk Buto dibawakan selama 45 menit dan memiliki ciri khas gerakan tersendiri. Tak terlalu rumit, hentakan kaki dan ayunan tangan yang kompak, menggambarkan kemarahan raksasa yang berkuasa. Pada kaki para penari terpasang puluhan lonceng yang gemerincing berirama senada dengan irama kendang dan gamelan yang mengiringi.
Kontum para penari tarian ini menggunakan topeng dengan wujud yang menyeramkan. Topeng yang digunakan biasanya berbahan kayu dengan ukiran mata yang melotot tajam serta gigi taring yang panjang. Pakaian yang digunakan memiliki warna yang mencolok seperti merah, kuning, biru dan hijau. Selain itu juga dilengkapi untaian kain sampur atau selendang dan rambut sang raksasa.
Tari Buto Gedruk atau biasa disebut Tari Rampak Buto ini merupakan tarian yang menggambarkan Kemurkaan Raksasa karena ulah manusia yang semakin hari semakin merusak bumi dan seisinya. Tari Buto Gedruk atau Tari Rampak Buto berkembang di sejumlah daerah di Jawa Tengah seperti Semarang dan Yogyakarta. Jika ingin menarikan kesenian ini harus memiliki kemampuan besar, tarian ini dilihat dari hentakan kaki dan kelincahan agar tampak seperti buto atau raksasa.
Di sekolah pun juga ada yang mengajarkan Tari Buto Gedruk melalui Ekstrakurikuler, maka dari itu kesenian ini mulai berkembang pesat di daerah-daerah provinsi Jawa Tengah. Mengingat, Kerusakan lingkungan di kawasan Gunung Merapi dan Merbabu memang cukup parah. Diakibatkan oleh alih fungsi lahan konservasi menjadi lahan pertanian dan permukiman dan penggunaan pestisida yang berlebihan.
Berkat keunikannya, Rampak Gedruk Buto selalu menyedot masyarakat untuk berdatangan dan menyaksikan. Tak hanya hiburan semata, namun makna kemarahan Buto atau raksasa dipertahankan menjadi sebuah pelajaran menjaga alam.