Lihat ke Halaman Asli

JPIC Kapusin Medan

Capuchin Brother

(Se)belum Terlambat Peduli Lindungi Bumi dengan Dukung Usaha "Net-Zero Emissions"

Diperbarui: 11 Oktober 2021   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dreamstime.com

Menarik bagi saya membaca kolom artikel opini di Kompas.id belakangan ini. Beberapa penulis menyuguhkan tulisan inspiratif yang mengundang pembaca untuk peduli melindungi bumi yang makin tua dan rusak.

Beberapa tulisan yang dapat saya rekap, antara lain Agama-agama yang Ramah Lingkungan, Indoneisa dan COP 26, Kurikulum Peduli Lingkungan, Listrik EBT, Sengkarut Regulasi versus Restorasi Ekologi, Upaya Menuju Energi Bersih, dan Semakin Erat dan Dekatlah dengan Alam.

Menurut saya, tulisan atau video yang mengandung ajakan untuk memperhatikan bumi adalah langkah dewasa, untuk sesegera mungkin merestorasi atau membarui bumi yang sudah "sakit-sakitan".

Sakit yang dirasakan oleh bumi, sebenarnya ikut dirasakan oleh manusia sendiri. Mengapa? Karena manusia hidup di dalam rahim bumi yang mahaluas ini. Sakit yang dirasakan bumi adalah akibat dari ulah manusia, tanpa mempedulikan batas-batas ekologis.

Fenomena global: perubahan suhu di bumi

Salah satu sakit bumi yang menjadi fokus global saat ini adalah perubahan suhu yang sangat ekstrem.

public.wmo.int

Menurut data dari Organisasi Metereologi Dunia (WMO), suhu di muka bumi mengalami kenaikan dan diperkirakan menjelang 2025, sekitar 40% akan terjadi kenaikan suhu di muka bumi sebesar 1,50C.

National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) melihat juga bahwa suhu bumi terus naik sejak 1880-an (pra industri) hingga saat ini. Secara khusus, selama lima tahun terakhir (2015-2020) terjadi kenaikan suhu terpanas dalam catatan sejarah modern.

Di Indonesia, Badan Metereologi dan Geofisika (BMKG) pun meneliti bahwa anomali suhu udara Indonesia selama 1981-2020 cenderung menanjak.

Fenomena global ini tentu membuat semua ciptaan dan umat manusia gelisah, resah, dan gerah. Kekeringan terjadi dimana-mana, es di kutub mencair, tanaman mati, manusia merasakan ketidaknyamanan karena panas, dan sebagainya.

Keprihatinan ini turut dirasakan oleh Paus Fransiskus bersama Patriak Bartolomeus dan Uskup Agung Canterbury Yustinus Welby.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline