Pasangan suami-isteri yang sudah siap dan merasa matang dalam memulai sebuah rumah tangga tentu punya segudang cita-cita dan impian di masa depan. Ada yang berharap punya rezeki yang cukup. Ada yang berharap cepat sukses. Ada yang berharap cepat kaya. Ada yang berharap cepat dapat anak dan kalau boleh anaknya itu cerdas dan punya banyak keunggulan. Ada juga yang berharap keluarganya aman sejahtera tanpa ada usikan dari pihak manapun.
Namun, pasangan suami-isteri harus siap pula untuk segala hal yang tak diduga dan tak diinginkan ke depan. Misalnya, setelah sah dan resmi menjadi suami-isteri, mereka harus siap dan bijak menyikapi kenyataan bahwa akan lebih sering terjadi gesekan (konflik) di rumah tangga. Si suami cuek terhadap isteri atau sebaliknya. Si isteri tidak ahli dalam memasak atau menyajikan makanan. Atau barangkali si isteri kurang paham mencari trik agar suami betah di rumah.
Tampaknya, uraian di atas masih ringan. Nah, bagaimana kalau suami-isteri belum juga mendapat momongan? Padahal, mereka sudah menunggu cukup lama dan segala cara sudah diusahakan. Konsultasi ke dokter sudah. Konsultasi ke pemimpin agama sudah, termasuk meminta doa dan berkat. Ziarah ke tempat rohani juga sudah. Namun, tetap saja si buah hati tak kunjung datang.
Tak dapat disangkal bahwa, kehadiran sang buah hati di tengah keluarga adalah hal yang sangat dinanti-nantikan dan dirindukan. Rasanya, kebahagiaan di keluarga belum lengkap kalau anak belum ada. Anak dirasa menjadi pembawa rahmat di tengah-tengah keluarga. Semakin lama kehadiran dan kelahiran anak ditunggu, bisa jadi pasangan suami-isteri semakin gelisah.
Alhasil, muncullah pertikaian dan sikap saling menyalahkan. Muncul juga pikiran ngawur bahwa itu adalah hukuman atas dosa. Atau keadaan ini bisa dijadikan modus kuat untuk berselingkuh dan berpoligami demi mendapatkan keturunan, penerus keluarga.
***
Cukup banyak keluarga yang mengalami hal demikian, yakni sang buah hati belum datang juga. Mereka datang dan berkonsultasi dengan kami. Mereka bercerita dan mohon petunjuk. Bagaimana mau memberikan petunjuk, sementara kami ini hidup dengan tidak menikah (selibat). Ada yang tetap setia dan melalui situasi dengan rasa percaya, namun tak sedikit pula yang berpisah karena keadaan itu.
Namun, mari mencoba mendapatkan inspirasi dari mereka yang tetap setia.
***
Awalnya, kami merasa geli. Akan tetapi, masalah itu perlu disikapi secara serius dan matang. Situasi ini terkadang bisa menjadi ancaman yang dapat merapuhkan janji pernikahan yang telah diucapkan. Untuk itu, pasangan perlu ditemani dan dibantu.
Selain itu, karena ketulusan hati pasangan suami-isteri tersebut, kami harus banyak membaca informasi untuk menemani dan mendampingi keluarga yang merasa "kering" ini. Yah, bagaimana pun tentu mereka merasa pernikahan menjadi kering, tanpa ada keturunan bahkan sampai pada krisis rumah tangga.