Lihat ke Halaman Asli

JPIC Kapusin Medan

Capuchin Brother

Mengenal dan Mengenang Sosok Sang Pecinta Budaya Batak (Pastor Leo Joosten OFMCap)

Diperbarui: 2 Maret 2021   20:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. JPIC Kapusin Medan

Sebuah kabar duka cita datang dari keluarga Keuskupan Agung Medan (selanjutnya KAM) dan Ordo Kapusin Provinsi Medan (selanjutnya OKPM). Seorang misionaris Kapusin berdarah Belanda telah menghadap Bapa di surga dini hari, 02.28 WIB di Rumah Sakit Elisabeth, Medan. Yah, sang misionaris itu adalah Pastor Leo Egidius Joosten (Ginting) OFMCap. Ia tutup usia pada 79 tahun.

Kepergian Pastor Leo Joosten sungguh membawa kesedihan yang mendalam bagi banyak umat gembalaan dan saudara-saudara Dina Kapusin Medan (OKPM). Sepak terjang dalam karya pelayanannya yang sungguh menyentuh di hati banyak orang menjadi keutamaan yang terus hidup dan dikenang.

Profil Singkat Pastor Leo Joosten OFMCap

Pastor Leo (demikian sapaannya) merupakan anak ke 8 dari 11 bersaudara (7 laki-laki dan 4 perempuan), buah cinta dari pasangan Wilhelmus Joosten dan Henriva Maria Sanders. Leo lahir pada 9 September 1942 di Nederwertten (desa kecil sebelah Timur Laut Eindhowen, Provinsi Brabant Utara), ketika Belanda berada di bawah pendudukan Jerman.

Sejak di sekolah dasar, Leo sudah bercita-cita menjadi seorang pastor (Katolik) dan misionaris. Pengenalannya dengan imam dari Ordo Kapusin (sebuah ordo yang meneladani hidup Santo Fransiskus Assisi dengan jubah cokelat dan tali pinggang putih) tergolong cukup baik. Adik ayahnya adalah seorang imam Kapusin. Ayah Leo juga punya relasi yang dekat dengan imam-imam Kapusin di Helmond.

Atas keputusan yang matang, ia berangkat ke Seminari Menengah Oosterhout (didirikan oleh para imam Kapusin). Di sana ia menjalani serangkaian tes. Selesai dengan tes, Leo resmi diterima masuk seminari menengah tersebut pada 1955. Ia menjalani masa pendidikan di sana untuk kurun waktu yang cukup lama.

Pada 21 Agustus 1963, Leo masuk novisiat (masa internalisasi semangat dan karisma Kapusin atas dasar hidup injili dan teladan hidup Santo Fransiskus Assisi) Kapusin Enschede-Dolphia. Selama masa novisiat, ia menjalani olah spiritual dan pembinaan hidup doa yang intens. Semua bisa dijalani dengan baik.

Kemudian, pada 1964-1970, Leo melanjutkan studinya di Seminari Tinggi Biezenmortel (desa di Tilburg Provinsi North Brabant). Ada dua jenis studi yang dipelajari, yakni filsafat dan teologia. Keduanya tidak mudah dipelajari. 

Setelah melalui serangkaian pelajaran dan ujian, Leo matang untuk memutuskan mengikrarkan kaul (janji yang diucapkan secara bebas oleh anggota tarekat atau ordo religius kepada Allah untuk memperjuangkan kesempurnaan lewat ketaatan, kemiskinan, dan kemurnian) perdana pada 31 Agustus 1963 (sementara) dan kekal (sudah terikat untuk seumur hidup) pada 17 September 1967.

Hingga tahap akhir pembinaan, Leo bertahan. Dengan penuh rasa mantap dan ingin melayani umat Allah, ia menyerahkan dirinya ditahbiskan menjadi seorang imam pada 28 Juni 1970 di Gereja Salib Suci Tilburg "Wandelbos". Lalu, setelah ditahbiskan, Leo mendapat tugas perutusan menjadi misionaris di bumi pertiwi Indonesia (Sumatera Utara) dan di sinilah perhatiannya buat masyarakat Batak Toba dan Karo bertumbuh, bersemi, dan berbuah.

Karya di Lahan Misi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline