Lihat ke Halaman Asli

JPIC Kapusin Medan

Capuchin Brother

Berbagi Kebahagiaan lewat Paket Makanan

Diperbarui: 14 Desember 2020   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

Bagi saya, kebahagiaan merupakan keadaan puas dan girang oleh karena ekspektasi tercapai entah sebagian atau penuh. Kebahagiaan kadang kala harus digapai dengan usaha mati-matian, tetapi kadang saya cukup menunggu saja.

Sekalipun demikian, menurut pengalaman, untuk sampai kepada kebahagiaan yang sejati, saya mesti melakukan suatu hal dengan tulus, ikhlas, dan setia. Kiranya pengalaman nyata yang saya alami berikut ini dapat menggambarkan deskripsi kebahagiaan bagi saya.

Setelah menyelesaikan studi selama 4 tahun di Fakultas Filsafat Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara Program S-1, saya ditugaskan untuk berkarya di suatu yayasan yang bergerak di bidang kemanusiaan dan lingkungan hidup. Nama yayasan itu adalah JPIC (Justice, Peace, and Integrity of Creation) Kapusin Medan.

Saya masuk secara resmi pada Juli 2020 yang lalu. Di sinilah, pengalaman berbagi, memberi, dan menyantuni sungguh saya alami dan begitu menyentuh nurani saya, ketika berhadapan dengan orang-orang berhati mulia dan mereka yang sungguh membutuhkan kasih dari orang yang berhati mulia. Supaya lebih spesifiknya, saya akan deskripsikan satu program kemanusiaan yakni berbagi paket makanan.

Sejak Maret 2020 lalu, tepatnya ketika Covid 19 mewabah di Indonesia, perekonomian di berbagai daerah mengalami gangguan, termasuk di Kota Medan. Banyak orang kesulitan meneruskan pekerjaan yang telah digeluti sekian lama.

Banyak orang di-PHK. Banyak pengangguran, gelandangan, dan yang beralih profesi menjadi penarik becak. Terlebih pada Maret-Juni 2020 yang lalu, cukup ramai ditemui para penarik becak di sekitaran kota Medan. Ada yang sudah uzur, namun banyak juga yang masih relatif muda. Semua beradu di pangkalan untuk mendapatkan rupiah penyokong hidupnya sendiri dan keluarganya. 

Melihat kenyataan ini, muncullah ide untuk menggalang dana membantu mereka yang bekerja keras membanting tulang demi sesuap nasi. Setidaknya, makan siang mereka lepas tanggungan. Ide ini muncul dari inspirasi dan memori seorang pastor yang pernah mengalami hal yang senada ketika sedang studi di Roma.

Di sana, biarawan-biarawati menyediakan makan siang di suatu pos bagi para pemulung dan gelandangan kota Roma. Makanan disediakan bukan hanya untuk orang Katolik, tetapi untuk semua orang.

Para biarawan-ti sendiri yang memasak dan belanja. Tentu, dana yang didapat tidak hanya dari biara, tetapi dari orang-orang (donatur) yang mau berbagi tetapi tidak tahu dengan cara apa. Maka, mereka percayakan pelaksanaanya kepada kaum berjubah. 

Semua setuju akan ide di atas dan pelan-pelan mencoba menggalang dana dan menghubungi siapa saja yang dapat dijangkau. Selain itu, umat dari Paroki Hayam Wuruk Medan dengan riang hati berbagi rezeki dan memberi bantuan berupa materi finansial dan sembako seadanya.

Saya ikut dalam kegiatan ini dan jujur pengalaman ini sungguh menyentuh. Saya terharu dan bahagia, bahwa orang yang ada di sekitar saya sungguh peduli dengan situasi sulit yang dialami oleh orang lain, tanpa memandang suku, agama, pekerjaan, dan perekonomiannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline