Lihat ke Halaman Asli

Saya Mendukung Timnas Indonesia, Bagaimana pun Keadaannya

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Kemarin pagi, saya menulis artikel tentang Tim Nasional dan sepakbola Indonesia berkaitan dengan akan digelarnya Piala AFF kurang dari dua minggu lagi. Artikel itu kemudian saya tayangkan di kompasiana malam harinya (link: http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/11/14/saya-harap-timnas-gagal-503041.html).

Hingga saya mengunggah tulisan ini, artikel itu sudah dibaca 992 kali. Belum pernah ada artikel saya di kompasiana yang dibaca sebanyak itu. Selain itu, cukup banyak teman-teman kompasianer yang memberikan tanggapan. Kebanyakan adalah yang marah-marah, menuduh saya tidak mendukung Timnas, hingga menyimpulkan bahwa saya adalah pendukung KPSI dan Partai Golkar.

Melalui tulisan ini, saya tidak bermaksud membela diri. Tapi karena saya mengenal diri saya sendiri, saya ingin mengatakan bahwa saya sama sekali tidak seperti semua yang dituduhkan. Saya pun sama sekali tidak menulis artikel kemarin untuk membuat kontroversi. Banyaknya jumlah pengunjung yang membaca artikel itu juga bukan tujuan saya.

Tapi tanggapan-tanggapan itu membuat saya mengingat-ingat apa yang saya lakukan setiap menonton pertandingan Timnas Indonesia. Baik saat saya menyaksikannya melalui tayangan televisi, atau ketika saya datang langsung ke stadion.

Ternyata hal paling menggetarkan yang saya ingat adalah saat Indonesia Raya berkumandang sebelum pertandingan. Ikut menyanyikannya di tribun penonton menjadi momen yang akan selalu saya kenang. Perasaan tak lagi dapat digambarkan. Menyanyikannya di upacara-upacara bendera setiap Senin pagi semasa sekolah sama sekali tidak ada apa-apanya. Momen itu bahkan bagi saya lebih berkesan dibanding kegembiraan saya saat Indonesia mencetak gol.

Mendengar Indonesia Raya berkumandang di televisi sebelum pertandingan Timnas juga tidak mengurangi kekhidmatan. Tidak jarang, kemudian tanpa sadar saya ikut bernyanyi. Saya ingin mengatakan bahwa sepakbola-lah yang membuat saya sangat ingin menyanyikan lagu itu, dan membuat saya sangat mencintai negeri ini.

Tapi kita tahu, sepakbola Indonesia belum juga pulih dari perang kepentingan beberapa orang, dan segala macam perseteruan yang mereka ciptakan tak juga selesai. Saya meyakini perang kepentingan dan perseteruan itu mempengaruhi kualitas Timnas. Langsung atau tidak. Signifikan atau tidak. Yang jelas, pengaruhnya bukanlah pengaruh yang baik.

Logikanya sederhana saja. Bagaimana mungkin sepakbola yang diurus secara amburadul bisa berujung pada prestasi membanggakan? Bagi saya, PSSI dan KPSI sama-sama kepala batu.

Kita bisa berkelit, bahwa sepakbola ditentukan di atas lapangan selama 90 menit. Sepakbola juga mengenal keberuntungan. Tim yang lebih lemah bisa saja memenangi pertandingan melawan tim yang lebih kuat.

Argumen ini sangat mudah dipatahkan. Saya yakin tidak ada satu pun tim sepakbola di dunia ini yang disiapkan untuk hanya berharap kepada keberuntungan. Keberuntungan baru akan pantas jika didapatkan oleh tim yang serius dipersiapkan.

Semua yang ingin juara menyiapkan tim pemenang. Persiapan ini tidak bisa dilakukan dalam beberapa bulan saja. Hanya ada dua cara yang bisa dilakukan untuk menghasilkan Timnas yang bagus: pembinaan dan kompetisi (liga) yang bagus. Yang paling dekat, dengan berat hati saya harus mengatakan bahwa Malaysia jauh lebih serius mempersiapkan Timnasnya daripada kita. Hasilnya, mereka mengalahkan kita di AFF 2010 dan SEA Games 2011.

Pembinaan berkaitan dengan berbagai kelompok usia.  Selain tim senior, kita mengenal tim U-23, U-21, U-19, U-17, dan seterusnya. Artinya, butuh banyak waktu, dan tentu saja kontinuitas.

Sedangkan liga tentu saja dibutuhkan untuk menciptakan atmosfer kompetisi, pengalaman mempraktikkan segala hal yang didapatkan selama latihan. Hanya liga yang baik yang akan menghasilkan pemain-pemain yang baik.

Tentang Piala AFF 2012, saya tentu akan bergembira saat Indonesia memperoleh kemenangan, apalagi jika akhirnya bisa keluar sebagai juara.

Tapi sepakbola Indonesia butuh hal-hal yang jauh lebih besar daripada itu. Pengelola yang baik, pembinaan yang baik, kompetisi (liga) yang baik. Saya mengerti banyak yang mendukung Timnas, tak peduli karut-marut yang terjadi di PSSI (dan KPSI). Sebagai penonton pertandingan sepakbola dan penggemar Timnas Indonesia, saya juga berdiri di posisi yang sama.

Tapi sekali lagi, jika keberhasilan Indonesia di Piala AFF kali ini tidak juga membuat karut-marut itu selesai, saya lebih memilih untuk bersabar menunggu, dan mempersiapkan kegembiraan saya untuk merayakan kesuksesan Timnas di waktu yang lain. Saat sepakbola di negeri ini sudah diurus dengan baik.

Salam,

Maju terus sepakbola Indonesia!

Surabaya, 15 November 2012 07:16

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline