Semakin kita dewasa maka tanggung jawab kita akan semakin besar, yang biasanya disadari setelah menjadi mahasiswa. Jauh berbeda dengan siswa kelas 12 yang bosan ditanya "udah ketrima dimana sekarang?", pertanyaan "kapan lulus" di kalangan mahasiswa semester akhir sepertinya lebih menjengkelkan. Tak bisa dianggap remeh terkadang hal-hal semacam itu bisa menjadi penyebab stress bagi mereka. Tapi bicara soal stress, seperti yang biasa kita dengar banyak mahasiswa yang terbebani dengan tuntutan akademis dan perasaan bersalah karena merasa menjadi beban orang tua yang harus membiayai uang kuliah yang tidak sedikit sekaligus membiayai kebutuhan hidupnya di tanah rantau. Belum lagi soal homesick, pola makan yang tidak teratur karena terlalu sibuk, kompetisi yang semakin ketat, bahkan skripsi yang tak kunjung selesai, dosen pembimbing yang super sibuk susah ditemui, sampai pusing karena minder melihat teman-teman yang sudah mendahului.
Twitter, sampai saat ini katanya masih banyak digunakan sebagai tempat sempurna untuk media "sambat" (mengeluh) dari berbagai cobaan hidup. Banyak sekali gambar meme atau jokes yang mewakili keluh kesah mahasiswa. Seperti contohnya potongan adegan akhir film Finding Nemo ketika salah satu tokoh ikan disana mengatakan "what now?" diibaratkan sebagai potret mahasiswa setelah sarjana yang kebingungan mencari pekerjaan. Memang ironis, melihat postingan tersebut lewat di timeline twitter membuat saya seketika terngiang ngiang lagu Iwan Fals berjudul "Sarjana Muda" yang cocok sekali dengan setuasi semacam ini hehe.
Adapun unggahan lain yang mengatakan bahwa biasanya impian para maba (mahasiswa baru) yang dianggap masih newbie di dunia perkuliahan seakan akan ingin meraih nobel. Pengen cepat lulus cumlaude, pengen aktif organisasi, pengen punya banyak prestasi dan lain-lain, lama kelamaan mimpi-mimpi itu terkikis hilang menjadi hanya sekedar ingin "yang penting lulus" di postingan screenshot chat mahasiswa baru yang saking semangatnya sampai langsung ingin mengajukan judul skripsi di awal masuk kuliah. Dan tentu saja hal itu hanya dijadikan bahan tertawaan bagi para mahasiswa lama yang mengaku juga pernah mengalami hal yang sama dan akhirnya terpukul oleh kenyataan.
Ada juga yang menyamakan mahasiswa dengan kuda, yang sama-sama memiliki durasi waktu tidur yang hampir sama, yang katanya hanya 2 sampai 3 jam per hari, gara-gara kuliah dari pagi sampai sore, mengerjakan tugas individu, tugas kelompok, kegiatan organisasi, makalah-makalah deadline mepet, tidur sebentar bangun lagi kuliah lagi dan begitu seterusnya, diperburuk lagi dengan kuliah daring di masa pandemi covid-19 sekarang ini yang tak tahu kapan ujungnya. Kendala susah sinyal, kebutuhan kuota yang lebih banyak tidak sebanding dengan pemasukan, masalah laptop dan smartphone yang tiba-tiba error dan masih banyak lagi.
Melihat meme-meme yang seperti ini, membuat saya penasaran, sebegitu menyiksanya kah dunia perkuliahan itu? Dan karena itulah beberapa hari yang lalu, untuk kesekian kalinya topik stress di kalangan mahasiswa ini muncul di beranda, saya menanyakan sesuatu di kolom komentar postingan akun base di twitter tentang apa saja struggle para mahasiswa di semester 3 keatas.
Pertanyaan yang saya tuliskan di kolom komentar tersebut mendapat 26 reply, 6 retweet, dan 75 likes yang sebagian besar setuju bahwa biasanya fase jenuh tersebut berawal di semester 4 dan mencapai puncaknya di semester 5 keatas. Ada yang berpendapat bahwa semester genap selalu lebih berat dibandingkan dengan semester ganjil, bahkan ada juga yang bergurau mengatakan "udah mau meninggal" di semester 3 ataupun udah muncul hasrat ingin menikah ketika memasuki semester 4. Saya tidak tahu kakak-kakak mahasiswa ini apakah serius atau tidak, tapi nampaknya celetukan "pengen nikah aja" ini sering sekali digunakan bahan guyonan para mahasiswa yang sedang dalam fase lelah, bosan, dan jenuh dengan dunia perkuliahan.
Pendapat mereka pun juga bermacam macam, ada yang berpendapat bahwa menginjak semester 4 mulai terasa stress dan pusing karena tugas-tugas nonstop dan riset yang semakin sulit, dan ada pula yang memberikan saran untuk saya yang baru menginjak semester 2 ini untuk jangan terlalu overthinking soal tumpukan tugas yang menanti di semester-semester selanjutnya dan juga mengingatkan untuk memperhatikan dan memahami materi perkuliahan sejak sekarang agar tidak menyesal karena kesulitan di sekitar semester 4 nanti. Nah inilah yang saya sukai dari Twitter. Bagi saya Twitter adalah salah satu media sosial yang cukup menyenangkan untuk berbagi sudut pandang. Banyak juga pengguna Twitter yang tidak menggunakan nama aslinya untuk username akun mereka dan demikian juga dengan foto profilnya, termasuk saya, dan dengan begitu twitter menjadi tempat bebas untuk berekspresi tanpa "jaim-jaim" atau jaga image. Hehehe.
Lagipula, tidak perlu jauh-jauh di semester 5, saya yang masih berada di semester 2 pun sudah berulang kali mendengar teman-teman saya mengatakan "aku tuh kalo lagi cape sama tugas rasanya pengen dinafkahin aja." Sama halnya dengan sepupu saya yang sudah lulus dan bekerja, yang pernah mengatakan jika dia tidak mau mengulangi seandainya dia diberi kesempatan untuk kuliah sekali lagi.
Memang fase jenuh dengan rutinitas yang begitu-begitu aja tetap tidak bisa dihindari. Namun terlepas dari berbagai tantangan yang berat itu, mau lulus cepat atau lulus tepat bukanlah sesuatu yang mustahil digapai. Masih banyak juga mahasiswa-mahasiswa dengan berbagai perjuangannya yang berhasil melewatinya dengan prestasi yang baik, yang sebaiknya kita jadikan contoh untuk memotivasi diri segaligus mempersiapkan mental.
Hidup mahasiswa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H