Lihat ke Halaman Asli

Tia Enjelina

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (20107030043)

Melihat Sisi Lain dari Kemistisan Sesajen

Diperbarui: 6 Maret 2021   16:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Hati-hati untuk tidak menginjak sesajen. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Persembahan untuk ritual pemujaan makhluk-makhluk gaib, itu yang mungkin 'mak sliwet' lewat di pikiran sebagian orang ketika mendengar kata 'sesajen'. 

Sampai saat ini pun sepertinya sesajen konotasinya masih agak negatif di telinga banyak orang. Apalagi sekarang dengan banyaknya film-film yang mengusung tema mistis tentang tanah jawa, sesajen jadi terdengar lebih seram.

Untuk menenangkan arwah gentayangan lah, untuk menyembah roh halus lah dan asumsi asumsi lain yang horror. 

Oleh karena itu perlu kita ketahui bersama bahwa sesajen sebenarnya dianggap sebagai media komunikasi antara manusia dengan Sang Pencipta yang menjadi simbol rasa syukur atas karunia-Nya dan juga merupakan pusat pengharapan segala keinginan manusia.

Hal ini ada kaitannya dengan akulturasi budaya Islam pada masa awal penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Yang pada masa itu para wali menyebarkan agama islam secara damai tanpa paksaan dan disesuaikan dengan kebudayaan serta tradisi yang sudah mengakar kuat di tanah jawa. 

Di daerah saya yakni di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, tepatnya di dusun Geneng tradisi membuat sesajen masih dipegang teguh masyarakat meskipun tata cara pelaksanaan ritual sudah sering berubah seiring dengan perkembangan zaman.

Tapi nampaknya sekarang kata sesajen dirasa kurang enak didengar di jaman modern seperti sekarang, maka lebih sering disebut tumpeng ketimbang sesajen. Kita selalu bisa menemukan tumpeng di setiap tradisi peringatan masyarakat desa. 

Salah satunya dalam tradisi bersih desa atau kami sebut dengan istilah 'rasulan'. Bukan bersih desa yang seperti anda pikirkan di mana masyarakat akan gotong royong dengan cara kerja bakti membersihkan lingkungan, bersih desa yang dimaksud adalah membersihkan desa dan penduduknya dari segala marabahaya dan ketidakberuntungan.

Ritual akan dilaksanakan di salah satu rumah warga, atau biasanya di rumah kepala dusun. Seperti kebanyakan rumah joglo atau rumah adat jawa tengah, terdapat ruangan yang cukup luas tepat di bagian tengah rumah. 

Dan di sanalah nantinya warga akan berdoa bersama melingkari tumpeng yang telah disusun.Tumpeng dikumpulkan membentuk gunungan dan di bagian atasnya terdapat pecut cambuk yang bermakna harapan dan panjatan doa yang lurus kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Namun jangan salah, setelah doa bersama, sajen atau tumpeng yang disiapkan nantinya akan dibagikan untuk warga dusun dan sebagian diberikan untuk pakan hewan ternak maupun hewan peliharaan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline