Lihat ke Halaman Asli

Tiara Abdhie

Mahasiswi

Korelasi Retorika dan Dakwah

Diperbarui: 26 Juni 2024   19:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Syamsul Yakin dan Tiara Abdhie

Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Retorika dan dakwah memiliki keterikatan yang sangat erat. Jika retorika merupakan seni berbicara, maka dakwah adalah kegiatan mengajak seseorang dengan menggunakan seni berbicara. Kegiatan ini disebut juga dengan da'wah billisan. Ajakan dakwah dapat teralisasikan saat seorang dai menyampaikan dakwahnya dengan menggunakan tutur kata yang indah.

Dalam penyampaiannya, retorika dapat dianggap sebagai bentuk dari komunikasi verbal yang dilakukan secara lisan dan juga tulisan. Selain da'wah billisan (dakwah dengan lisan), ada juga yang disebut dengan da'wah bilkitabah (dakwah dengan tulisan). Maka dapat dilihat bahwa dakwah tidak hanya disampaikan melalui kata-kata yang terucap, tapi juga melalui kata-kata yang tertulis.

Retorika juga dapat dianggap sebagai bentuk dari komunikasi non-verbal. Dalam hal ini tersirat bahwa dakwah dapat disampaikan melalui bahasa atau gerakan dan isyarat tubuh. Penyampaian dakwah ini disebut dengan da'wah bilhal. Dakwah jenis ini dapat dilakukan secara tatap muka maupun tatap maya.

Kedua bentuk komunikasi ini sama-sama mengalami perkembangan. Jika retorika berkembang dari seni berbicara menjadi ilmu berbicara, dakwah berkembang dari kegiatan agama menjadi kajian agama. Jika retorika awalnya merupakan seni budaya yang kemudian mengalami perkembangan, dakwah juga mengalami perkembangan menjadi ilmu yang sistematis, logis, dan dapat dibuktikan kebenarannya.

Dilihat dari tujuannya, terdapat sedikit perbedaan. Tujuan dakwah lebih spesifik dibanding dengan tujuan retorika. Tujuan retorika adalah menyampaikan pesan kepada pendengar secara informatif, persuasif, dan rekreati. Sementara dakwah bertujuan untuk menyampaikan pesan terkait akidah, syariah, dan akhlak secara informatif, persuasif, dan rereatif. Namun, keduanya sama-sama memiliki sifat edukatif.

Dari segi persuasif, dapat dilihat bahwa metode dakwah seperti da'wah bilhikmah, ceramah, dan diskusi harus disampaikan dengan perlahan agar dapat masuk ke dalam sanubari para pendengar.

Adapun mengenai pengembangan bahasa retorika, hendaknya menggunakan bahasa baku serta berlandaskan data dan riset. Syarat-syarat ini tidak hanya berlaku dalam retorika, tapi juga dalam dakwah yang tentunya bersifat lebih kritis dan rasional.

Dakwah juga harus menerapkan pathos, logos, dan ethos yang diperkenalkan aristoteles dalam retorika. Terkhusus dalam konteks pathos, emosi para dai akan lebih baik apabila disampaikan secara tulus dan bukan hanya demi penyampaian retorika.

Dalam berdakwah, dai tentunya harus menguasai retorika, baik verbal maupun non-verbal. Begitu pula sebaliknya, retorika juga perlu untuk meleburkan hal-hal yang menyangkut akidah, syariah, dan akhlak. Keduanya akan memiliki nilai yang lemah apabila tidak saling mengisi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline