Ketiga Paijo berdiri di depan pagar balai desa untuk menghadang lurah. Seorang pria berkemeja rapi maju memperkenalkan diri, yang disusul oleh seseorang lainnya.
"Saya Paijo."
"Paijo lagi? Sampeyan yang baju kuning, Paijo juga?" Pak Lurah kaget mendapati kedua nama yang sama.
Paijo baju kuning mengangguk santun. Tanpa sadar Pak Lurah memukul tembok pagar. Sekarang ada tiga nama, pikirnya.
"Cak Paijo ... Ah bagaimana saya harus memanggil nama sampeyan semua satu per satunya?"
"Kulo Paijo Brambang, Pak Lurah. Sebelah saya, yang jidatnya ada codet, itu Paijo Kampret dan yang ujung juragan Paijo," sahut Paijo baju kuning.
"Singkat saja, Pak Lurah. Kami semua ingin melaporkan penyalahgunaan nama Paijo," ucap juragan Paijo berapi-api.
"Ini gara-gara bocah bernama Ongko, Pak. Dia namai kereknya pakai Paijo." Paijo Brambang menimpali. Tangan kirinya sibuk merapikan kerah baju kuningnya.
"Intinya kami tak terima nama kami dipakai untuk anjing. Pak Lurah harus bertindak," teriak Paijo Kampret. Suaranya kencang, ludahnya menyembur seperti hujan musim kemarau.
***