Ramadan 1441 H sebentar lagi akan pergi, tamu agung itu akan meninggalkan dua sifat berbeda dari seorang muslim. Pertama, muslim yang bergembira dengan hadirnya Ramadhan sehingga mengisi hari-harinya dengan taqarrub ilallah (mendekatkan diri pada Allah). Ia sadar bahwa pada bulan ini Allah melipatgandakan pahala amalan sholeh yang wajib dan Allah mengganjar amalan sunnah sama dengan pahala amalan wajib.
Kedua, muslim yang biasa saja menyambut tamu agung ini. Bulan Ramadhan tak ubahnya seperti bulan-bulan yang lain baginya, sehingga ia melewatinya dengan sia-sia. Yang didapat hanya lapar dan haus karena menjalankan ibadah puasa. Tidak lebih dari itu.
Sejatinya Ramadan disambut dengan penuh suka cita. Namun rona Ramadan kali ini umat Islam menjalankannya dalam kondisi berduka. Tamu tak diundang (Covid-19) datang sejak kurang lebih 2 bulan lalu ke Negara kita, Indonesia. Menginveksi banyak orang bahkan korban yang meninggal pun kini sudah mencapai ribuan.
Jika tahun-tahun sebelumnya umat Islam memakmurkan masjid saat Ramadan dengan tadarus, tarawih dan itikaf, pesantren kilat, serta rona kegiatan lainnya; maka pada tahun ini ibadah tersebut menjadi tidak bisa dilakukan. Kali ini ujian kita bukan sekadar lapar dan dahaga, tetapi juga dengan adanya wabah pandemik Corona ini mengharuskan kita mengikuti protokol kesehatan. Semua dilakukan di rumah, sebagai bentuk ikhtiar memutus rantai penyebaran virus. Rona Ramadan kali ini menjadi Ramadan yang istimewa.
Wabah ini telah mengubah kebiasaan umat Islam dalam mengisi bulan Ramadan. Masjid mendadak sepi. Namun di tengah duka, tentunya tidak menyurutkan semangat umat Islam untuk memperbanyak ibadah dan makin mendekatkan diri pada Allah Swt. Menyadari bahwa dirinya lemah, hanya karena virus saja membuat tak berdaya. Karenanya masa pandemik ini pun menjadi ajang untuk memperkuat keimanan, bermuhasabah dan semakin memperbanyak ibadah. Terlebih di hari-hari terakhir Ramadan, momen dimana terdapat satu malam yang teristimewa yaitu malam Lailatul Qadar.
Umat Islam berlomba-lomba 'berburu' malam yang lebih baik dari seribu bulan, karena mencontoh pada sosok teladan Rasulullah Saw. Hal ini tertuang dalam hadits riwayat Al-Bukhari yang artinya :
"Nabi Muhammad Saw ketika memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan memilih fokus beribadah dan membangunkan keluarganya untuk ikut beribadah."
Keutamaan Lailatul Qadar dinyatakan oleh Rasulullah saw:
"Siapa saja yang menghidupkan Lailatul Wadardengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka dosa-dosanya yang telah lalu diampuni." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Karenanya Rasulullah saw. mendorong setiap Muslim untuk bersungguh-sungguh meraih keutamaan tersebut. Meskipun kita tidak mengetahui secara pasti kapan Lailatul Qadar turun, namun amalan untuk menyambutnya bisa terus dilakukan sepanjang Ramadan, khususnya di sepuluh malam terakhir.
Umat Islam di Eropa pun tak ketinggalan dalam menyambut Ramadan, mereka familiar dengan ungkapan: In Ramadhan, sleep less pray more. Dalam bulan Ramadan, tepiskan tidur dan perbanyaklah doa. Terlihat bahwa dimanapun muslim berada, Ramadan mempunyai pesona yang begitu memikat. Hingga kita senantiasa berdoa, agar dipertemukan kembali dengan bulan penuh ampunan dan penuh rahmat serta memperoleh derajat takwa.