Novel Cinta Tanah Air karya Nur Sutan Iskandar merupakan sebuah karya sastra yang membahas tentang sejarah bangsa dengan cara yang sangat mengesankan. Ditulis dengan gaya naratif yang padat dan jelas, novel ini diterbitkan pada tahun 1944 di Balai Pustaka dan berhasil menarik pembaca ke dalam cerita yang menarik dan bermakna.
Aspek kesejarahan novel ini disajikan dengan apik dalam ceritanya, sehingga pembaca tenggelam dalam suasana masa itu, seolah-olah mengalami sendiri betapa sulitnya melawan penjajah dan mempertaruhkan nyawa, harta dan orang tercinta demi kemerdekaan.
Kisah itu berawal dari seorang pemuda bernama Amiruddin, yang berusia sekitar 24 tahun dan masih muda, dengan tekadnya untuk pergi ke Jakarta dengan kemeja putih dan celana hitam.
Dia ingin pergi ke pasar malam di Jakarta, dengan menaiki trem. Di dalam trem dia bertemu dengan seorang gadis cantik dengan mata yang indah, Amir menatapnya, benih cinta terus tumbuh di hatinya, hatinya terbakar, dia tidak punya waktu untuk saling mengenal, tetapi gadis itu berhenti di tujuannya.
Sesampai nya di pasar malam ia mengunjungi tempat-tempat bersejarah seperti kebudayaan Dai Nippon dan juga kebudayaan Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Dan ia bertemu teman nya bernama Harjono yang sudah lama tidak bertemu selama tiga tahun lamanya, rupanya ia sebagai pegawai di gedung kebudayaan itu.
Setelah ia mengunjungi gedung kebudayaan indonesia rupanya ia tertarik hatinya untuk mengunjungi ruang seni pejual sapu tangan, dan bertemu kembali gadis yang ia tamui di trem, dan meninggalkan kejadian tertukarnya sapu tangan.
Amir dan Harjono asik berbincang-bincang, membuat mereka tidak sadar akan di perhatikan seseorang yang ternyata sahabat Ayah Amir bernama Mas Soewondo, Mas Soewondo tidak mengira akan bertemu dengan anak sahabatnya itu dan menanyakan kabar ibunya Nyi Zubaedah, ia pun meminta Amir untuk berkunjung ke rumahnya.
Amir kembali ke penginapan nya mengemasi barang-barang karena ia hendak kembali ke Bandung dan pergi ke Bungur untuk menepati janji nya bertemu dengan Mas Soewondo, ketika ia mengemasi barang nya terperanjat ia menemukan sapu tangan yang jelas bukan miliknya, diketahui milik gadis yang ia temukan pertama kali di trem dengan bingung ia kembali memasukkan nya ke dalam tas berharap suatu saat dapat dikembalikannya.
Saat berada di kediaman sahabat ayahnya di warung Mas Soewondo, ia mendapat sambutan hangat dan menceritakan bagaimana kuda jantan berubah menjadi elang dengan penuh semangat menceritakan sosok ayah Amir dan bertemu dengan sahabat Mas Soewondo untuk pertama kalinya, kebrutalan dan kebrutalan dari Belanda saat menetap di Indonesia dan memperkenalkan anaknya kepada Amir yang tak lain adalah Astiah, gadis pemilik saputangan yang dicarinya, dan heran gadis itu ternyata adalah anak dari sahabat ayahnya.
Amir pun berpamitan, saat Amir keluar dari rumah Mas Soewondo, Mas Soewondo bercerita kepada istrinya mengapa Amir dan anaknya terlihat berbeda saat pertama kali bertemu, seolah-olah sudah akrab dan pernah bertemu sebelumnya.
Tak lama setelah Amir kembali ke Bandung, setibanya di Stasiun Gambir, Amir langsung membeli tiket untuk naik kereta api ke Stasiun Bandung. Sekembalinya ke rumah, ia menghadiahkan ibunya hadiah besar dari istri Mas Soewondo. Namun, Amir menemukan sebuah bungkusan yang berisi berbagai macam barang, dia mengambilnya begitu mengetahui isi bungkusan tersebut ternyata adalah sapu tangan dan surat dari Astiah untuk Amir yang isinya tidak lain adalah sapu tangan yang dimilikinya. tertukar, dan Astiah mengaku mengenali wajah Amir saat pertama kali bertemu di sebuah trem.