Lihat ke Halaman Asli

Thurneysen Simanjuntak

Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

Optimis Pendidikan Keren dengan Anggaran Belanja 20 Persen

Diperbarui: 10 Oktober 2020   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tanpa pendidikan, sebuah bangsa sedang membuka pintu gerbang pendudukan yang merenggut kemerdekaan. Tanpa pendidikan, masyarakat sedang mencoba mendekatkan diri pada kemiskinan dan kemelaratan. Tanpa pendidikan, seseorang tak mampu berkompetisi karena tidak kompeten. Tanpa pendidikan, berbagai pembangunan akan stagnan. Tanpa pendidikan, budaya dan peradaban akan ketinggalan zaman. Intinya, tanpa pendidikan, akan banyak aspek kehidupan yang terabaikan.

Tidak keliru kalau para pendiri bangsa menempatkan pendidikan sebagai bagian penting dari tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), "Ikut mencerdasakan kehidupan bangsa" seperti yang tertuang pada Pembukaan UUD 1945 alinea keempat.

Bukankah dengan pendidikan membuat bangsa kita akan bermartabat? Menjadi bangsa yang kuat dan berdaulat. Cita-cita adil, makmur dan sejahtera akan semakin dekat dengan rakyat. Hingga rasa nasionalisme bagi anak bangsa pun semakin melekat.

Sejarah mencatat. Orang terdidiklah yang memutus belenggu primordialisme, sehingga lahir kebangkitan nasional (1908). Orang terdidiklah yang mengajak menanggalkan etnosentrisme, sehingga tumbuh rasa persatuan dan kesatuan melalui ikrar Sumpah Pemuda (1928).

Hal itu cukup menjadi bukti dan fakta sejarah yang menyatakan bahwa pendidikan adalah sebuah kekuatan, sehingga para pemuda dan pelajar tergerak memperjuangkan kepentingan bangsanya.

Kalau kita beranjak ke negara lain. Bukankah, Jepang mampu mengejar ketertingggalannya karena fokus mengedepankan pendidikan yang menjadi bagian penting dari Restorasi Meiji? Bukankah pernyataan fenomenal dalam sejarah Jepang ketika Kaisar Hirohito bertanya "Berapa jumlah guru yang masih hidup?" pasca dijatuhkannya bom atom di Hirosima dan Nagasaki.

Jepang yakin bahwa dengan pendidikan mereka akan bangkit kembali dan menjadi negara yang maju kelak. Dan hal itu telah dibuktikan kepada dunia.

Melalui pemaparan di atas, kita pasti yakin bahwa pendidikan dalam situasi apapun tidak akan tergantikan. Baik itu dalam kondisi perang, konflik bahkan masa-masa pandemi Covid-19 seperti yang dihadapi bangsa kita dan dunia. Pendidikan tidak boleh putus. Pendidikan harus diupayakan secara maksimal. Sebab pendidikan adalah "mata uang" yang berlaku di belahan bumi manapun.

Memang kondisi saat ini begitu sulit. Siswa belum memungkinkan bertatap muka dengan guru secara langsung. Sementara masih banyak pihak menyarankan agar pengambil keputusan mempertimbangkan membuka sekolah kembali dengan buru-buru, meningat kasus positif Covid-19 masih terus melaju.

Satu hal yang harus kita lakukan bersama, proses pembelajaran jangan sampai terhenti, walau masih di rumah saja. Untuk itu, sekolah dan keluarga harus terus memikirkan solusi yang terbaik agar pembelajaran berjalan dengan baik dan tidak menjadi beban bagi anak, tetapi tetap menyenangkan.

Senada yang telah disampaikan oleh Pemerintah melalui Kementerian Pendidikanan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar melakukan berbagai penyesuaian pembelajaran yang tidak membebani guru dan siswa, namun sarat nilai-nilai penguatan karakter seiring perkembangan status kedaruratan Covid-19.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline