Di beberapa negara dan termasuk negara kita, pasti pernah menyaksikan pemberitaan tentang "panic buying" atau yang dikenal dengan sebutan kalap belanja.
Panic buying merupakan suatu kondisi seseorang yang sedang kalap membeli sesuatu karena dipengaruhi oleh faktor tertentu. Kalau bicara konteks sekarang, maka pandemi Covid-19 adalah faktor tertentu tersebut.
Kira-kira, barang apa saja yang menjadi incaran dari orang-orang yang kalap belanja itu? Betul sekali, bahan sembako atau bahan makanan.
Menurut hemat saya, kalap belanja ini dapat terjadi karena kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan pada diri seseorang. Sehingga tindakan yang dilakukannya, lebih dipengaruhi oleh emosional daripada nalar dan nurani.
Singkatnya, ibarat sebuah timbangan, posisi dirinya sebagai mahluk individu berada lebih tinggi dari pada posisinya sebagai mahluk sosial.
Ketika seseorang melakukan tindakan kalap belanja, sebenarnya orang tersebut sedang berada pada posisi memilih mengutamakan pada kepentingan diri sendiri (egois), dan sedang lupa atau lalai bahwa di sana ternyata ada juga hak dan kebutuhan orang lain.
Sementara faktor ketersediaan dana, seringkali menjadi kesempatan dan sarana pendukung seseorang melakukan kalap belanja. Hal ini tentu sangat merugikan mereka yang tidak memiliki dana cadangan, seperti pekerja harian atau yang hanya berharap pada gaji berikutnya.
Nah, salah satu upaya yang dilakukan meminimalkan kalap belanja itu, seseorang harus mempertebal rasa kemanusian dan keimanannya. Begitu secara normatifnya.
Tetapi kalau bicara praktikanya, maka seseorang harus mencoba untuk menggunakan nalar dalam memenuhi kebutuhan, bukan keinginan yang dipengaruhi kecemasan dan kekuatiran tadi.
Kemudian, mencoba menerapkan hidup sederhana atau tidak hidup berlebih. Ini sesungguhnya merupakan salah satu bentuk hikmah yang harus dipetik dari kejadian covid-19 ini. Serta mencoba untuk mengendalikan dan menenangkan ketegangan dengan mensyukuri banyak hal dalam hidup.
Bagi rekan-rekan pembaca, yang senang menulis, saatnya bergerak. Tentu kita dapat berperan sebagai agen untuk menyadarkan masyarakat lainnya agar tidak kalap berbelanja. Salah satu cara yang bisa dilakukan yakni melalui tulisan di blog atau media sosial masing-masing, sehingga banyak masyarakat yang semakin sadar akan kerugian dari kalap belanja.