Lihat ke Halaman Asli

Thurneysen Simanjuntak

Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

Amilia dan Sylvi, Dua Sosok Pahlawan Lingkungan

Diperbarui: 19 Desember 2019   07:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Agustin Amilia, penerima penghargaan termuda SATU Indonesia Astra Award 2010 (dokpri)

Apakah Anda tahu? Ternyata produksi sampah di  DKI Jakarta setiap tahunnya bisa membuat 150 bangunan ala Candi Borobudur.

Mengutip pernyataan dari Suku Dinas Lingkungan Hidup, Kabupaten Kepulauan Seribu Jakarta, Riza Lestari Ningsih.

"Karena kalau dikatakan satu hari itu (Bantar Gebang) bisa nerima 7800 ton per hari. Jadi kalau dijumlahkan itu sama dengan setengah bangunan Candi Borobudur, kalau gitu setahun kita bisa membangun (model bangunan) 150 Candi Borobudur baru, itu hanya dari sampah ya," (www.suara.com)

Memprihatinkan bukan? Dengan fakta demikian, kira-kira apa yang terbesit dalam pikiran Anda?

Menyalahkan orang lain? Memberi alasan bahwa itu bukan ulah saya jadi bukan tanggung jawab saya. Atau berkata "Itu kan bukan di daerahku?" "Kalau untuk urusan sampah, itu adalah tugas pemerintah, dan sudah ada petugasnya koq". Atau sebaliknya, Anda  adalah sosok yang prihatin dengan hal itu serta turut memikirkan solusinya.

Orang yang peduli lingkungan tentu memiliki sikap sadar, bahkan adakalanya berani melakukan sebuah tindakan di luar kebiasaan orang. Mereka bahkan tidak peduli bahwa itu adalah ulah orang lain, yang mereka pikirkan bagaimana caranya menyelamatkan lingkungan dan memikirkan kesehatan masyarakat.

Agustin Amilia atau yang sering dipanggil Ami adalah salah satu contoh yang memiliki kepedulian pada lingkungan sekolahnya. Menariknya, kepedulian lingkungan dalam diri Ami justru tumbuh di masa kecilnya, ketika masih duduk di bangku SMP.

Mau tahu bagaimana awal tumbuhnya kepedulian lingkungan pada diri Ami? Dan kira-kira apa yang dilakukan Ami di masa kecilnya untuk mewujud kepeduliannya pada lingkungan?

Agustin Amilia saat memaparkan pengalamannya memilah dan mengolah sampah di sekolahnya (dokpri)

Berawal ketika Ami dan teman-temannya berlari keliling lapangan sekolah saat pelajaran olahraga. Saat sedang beristirahat, Ami melihat seorang kakek di tempat pebuangan sampah yang persis berada di seberang sekolah.

Setelah kakek tersebut selesai mengangkut sampah, si kakek mengambil nasinya dan makan. Sebagai anak polos yang masih berumur 12 tahun, Ami berpikir "Itu kan sampah? Bagaimana kalau dia sakit?" Kemudiaan Ami berujar dalam hati lagi  "Tempat sampah itu kan ada di depan sekolah saya? "Jangan-jangan, sampah itu dari sekolah kami? Saya kan buang sampah setiap hari" Atau "Jangan-jangan kalau kakeknya sakit, itu karena sampah saya?"

Setelah peristiwa mengamati kakek tersebut, Ami mulai berpikir apa yang dapat dilakukan seorang anak kecil sebagai bentuk kepeduliannya pada lingkungan dan termasuk membantu kakek tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline