Seminggu sebelum terselenggaranya kegiatan "Student Led Confrence" (SLC) di sekolah anakku, tepatnya hari Jumat (24/3/2018). Hampir setiap hari dia mengingatkanku untuk menghadiri kegiatan tersebut.
Dari semangat dan antusiasnya mengundangku untuk hadir dan berada di tengah-tengah kelasnya, saya pun mengerti bahwa kegiatan tersebut adalah sesuatu yang spesial dan istimewa baginya.
Sebelumnya, perlu saya sampaikan bahwa SLC tersebut adalah perayaan perkembangan akademis anak yang ditampilkan melalui presentasi portofolio. Portofolio tersebut bisa berupa hasil ulangan, hasil penugasan, atau karya-karya lainnya.
Menariknya, porofolio tersebut ternyata bukan semata menampilkan hasil terbaik mereka. Sebaliknya ada pula hasil yang gagal atau kurang memuaskan.
Tentu harapan sekolah atau gurunya, agar orangtua bisa benar-benar melihat proses perkembangan pembelajaran anak yang terjadi selama di kelas. Dengan demikian diharapkan orangtua dan anak bisa merayakan perkembangan akademis tersebut secara bersama. Anak bisa mendapatkan pujian untuk setiap keberhasilannya dan dorongan untuk belajar dari setiap kegagalan tersebut.
Bagi anak kami, ini adalah SLC yang ke-6 selama di sekolah dasar. Dan ini merupakan SLC yang terakhir. Sebab anak kami sekarang sudah di kelas 6 SD. Kegiatan rutin yang dilakukan setiap tahun ini ternyata sangat membekas baginya dan tentu bagi saya orangtuanya.
Sebagai orangtua, saya pribadi sangat menyambut positif kegiatan SLC tersebut. Mengingat penyelenggaraan kegiatan tersebut memiliki banyak hal yang positif bagi anak serta tercipta kesempatan yang baik bagi orangtua termasuk hubungan dengan sekolah. Berikut adalah hal-hal positif yang saya maksudkan.
Pertama. Anak belajar bertanggung jawab dengan perannya sebagai seorang pelajar. Merpertanggungjawabkan setiap kepercayaan yang diberikan orangtua. Bahkan melalui portofolio tersebut, dia sedang belajar menjadi kesatria yang tidak hanya berani menyampaikan keberhasilan tapi berani menyatakan kegagalannya juga.
Kedua. Anak belajar mengkomunikasikan setiap proses perjuangannya dalam menjalani pembelajaran di kelas, hingga pada hasil yang dicapainya.
Ketiga. Anak belajar jujur dan terbuka untuk hal-hal dialaminya selama di sekolah. Terutama menyampaikan kegagalannya serta alasan penyebabnya. Apabila kejujurannya direspon orangtua dengan baik, maka anak tersebut pun akan berani terbuka kepada orangtua untuk setiap masalah yang dihadapinya. Sehingga orangtua bisa menolong dan membimbingnya. Dengan demikian hal itu bisa menjadi aset bagi orangtua. Terutama ketika ada masalah anak, dia tidak akan mencari solusi ke tempat yang salah.
Perlu kita sadari bahwa ketiga hal tersebut, tanggung jawab, kejujuran dan kemampuan komunikasi adalah barang langka di era kekinian yang perlu dirawat dan dikembangkan pada anak.