Keluarga merupakan wadah pendidikan yang paling efektif bagi setiap anak. Tidak ada alasan yang dapat menyangkalnya, karena memang setiap anak tersebut lebih banyak tinggal bersama keluarga. Sebagai pendidikan informal, banyak hal bisa diperoleh anak di dalam sebuah keluarga. Memberikan teladan kepada anak agar taat beribadah. Mengajarkan dan mengarahkan anak untuk tetap menjaga dan menjalankan nilai-nilai dan prinsip-prinsip keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Menyosialisasikan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, sehingga dalam pergaulannya, anak-anak bisa hidup dengan baik dan benar. Bahkan menanamkan nilai-nilai nasionalis ternyata bisa juga dimulai dari rumah.
Ini merupakan pengalaman keluarga kami. Bagaimana di keluarga kami rasa nasionalisme itu ditumbuhkan? Saya mulai dari kutipan singkat percakapan mamaku dengan adikku yang bungsu. Percakapan ini terjadi kira-kira tigapuluh tahun yang lalu. Ketika mamaku mengajak si bungsu kami tidur, selalu aja ada tawar menawar dan kesepakatan. Percakapan tawar menawar dan kesepatan tersebut, bisa dilihat pada tulisan berikut. Tentu versinya bahasa daerah (bahasa Batak), karena keluarga kami dalam kesehariannya di rumah menggunakan bahasa Batak.
“Jef…., beta modom!”(artinya : “Jef….., ayo tidur!”) mamaku menarik tangan adikku sambil mengajaknya ke kamar. Dengan harapan addikku tidak mengganggu kakak-kakaknya yang akan belajar.
“Dang olo ahu. Mamereng dohot mambege ende Garuda Pancasila jolo ahu sian TV!” (artinya : “Gak mau. Mau lihat dan dengar lagu Garuda Pancasila dulu di TV!” sahut adikku.
“Molo songoni hupaima da! Marjanji ate, molo ngasae dibereng dohot dibege ho ende Garuda Pancasila, langsung modom da!”) (artinya : “Kalau begitu, mama tunggu ya! Janji kalau sudah selesai lihat dan dengar lagu Garuda Pancasila, langsung tidur ya!” Lanjut mamaku lagi.
Kisah ini masih segar diingatanku. Kebiasaan yang unik memang. Adikku yang bungsu tidak akan mau beranjak ke kamar tidur jikalau belum mendengar lagu Garuda Pancasila. Walau dia belum sekolah, tapi televisi berhasil mempengaruhi pikirannya untuk senang melihat lambang dan mendengar lagu Garuda Pancasila. Orangtua kami juga mau memahami keinginan adik saya, bahkan ini dijadikan sebagai peluang mengajarkan tentang rasa kebangsaan sejak dini.
Mungkin rekan-rekan pembaca, yang pernah nonton TVRI zaman dulu, pasti ingat dan mungkin masih bisa membayangkan kalau setiap malam selalu dikumandangkan lagu Garuda Pancasila. Bahkan dalam tanyangan singkat tersebut, satu persatu lambang dari setiap sila Pancasila akan ditampilkan. Mulai dari lambang sila pertama, bintang. Selanjutnya sila kedua, rantai. Sila ketiga, pohon beringin. Sila keempat, kepala banteng. Sila kelima, padi dan kapas.
Bagi kami, untuk menambah semangat dan antusisnya adik kami, tak jarang pula kami berlima ikut menyanyikan lagu tersebut.
Garuda Pancasila
Akulah pendukungmu
Patriot proklamasi
Sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara
Rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku
Ayo maju maju
Ayo maju maju
Ayo maju maju
Berbeda sekali dengan zaman sekarang, anak-anak sudah jarang mendengar lagu-lagu nasional yang demikian melalui media televisi. Anak-anak sekarang saban hari sudah disuguhi dengan berbagai iklan yang mengajarkan konsumerisme, sinetron yang merasuki pikiran anak-anak dengan budaya kekerasan, keserakahan, hedonis, individualis, kemewahan, konsumeris, dan masih banyak lagi. Bahkan celaka duabelasnya, ada anak-anak yang mengira bahwa lagu parpol itu adalah lagu nasional.
Terlepas dari langkanya media hiburan di masa lalu jika dibandingkan dengan sekarang. Sehingga ada yang beralasan berkata bahwa dulu begitu antusias dengan acara-acara denikian karena memang tidak ada media lain, sehingga setiap orang akan menonton karena tidak ada pilihan. Bagi saya alasan tersebut sah-sah saja. Tapi perlu diingat, bahwa TVRI di zamannya telah berhasil 'merasuki' pikiran anak-anak untuk mengingat simbol-simbol kenegaraan, lagu-lagu nasional, bahkan berita-berita nusantara dan nasional setiap harinya. Atau perjuangan anak bangsa diberbagai pertandingan Sea Games, Asian Games, Olimpiade dan lain sebagainya.
Pendidikan Nasional adalah Pendidikan Berdasarkan Pancasila