Lihat ke Halaman Asli

Thurneysen Simanjuntak

Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

Jangan Pernah Lupakan “Spion” Ketika Hendak Melaju

Diperbarui: 19 Agustus 2015   10:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam sebuah pembelajaran di kelas, seminggu menjelang peringatan HUT RI yang ke-70, Saya menyampaikan sebuah pertanyaan kepada siswa-siswiku, “Mengapa harus belajar sejarah bangsa?” Kemudian, saya mengajukan pertanyaan berikutnya, “Apa maksud pidato Ir. Sukarno, Jas Merah (baca : jangan sekali-sekali melupakan sejarah).” Senang mendengar jawaban siswa-siswiku yang begitu beragam. Berbagai jawaban dilontarkan sesuai pemahaman mereka. Tetapi diakhir diskusi tersebut, saya mulai mengajak siswa melihat mobil yang ada di luar kelas.

“Coba perhatikan! Di depan mobil tersebut, terdapat dua jenis kaca, ada kaca yang besar untuk melihat ke depan, ada pula kaca yang kecil (spion) untuk melihat ke belakang. Dari awal tentunya sang pencipta mobil sudah merancangnya dengan baik. Sang perancang sudah melengkapi kedua kaca tersebut dengan maksud demi keselamatan pengemudi dan penumpangnya. Kaca depan untuk menatap tujuan (arah) kemana kita akan pergi dan spion melihat situasi dibelakang agar kita hati-hati menjaga jarak dengan kendaraan atau benda yang ada dibelakang, sehingga tidak menimbulkan kecelakaan.”

Demikian pula bangsa kita, kalau bicara masa depan, berdasarkan konstitusi bangsa, maka cita-cita bangsa kita sangat jelas tertulis di Pembukaan UUD 1945 alinea kedua, yakni merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Jadi kalau melihat masa depan tersebut, lihatlah melalui kaca depan, tapi jangan lupa perhatikan masa lalu melalui spion. Untuk bergerak ke depan dengan selamat, kita sesekali harus selalu menoleh ke belakang, menjadikan masa lalu sebagai pedoman untuk bergerak menuju masa depan.

Tujuhpuluh tahun bangsa kita sudah merdeka, tentu ada keberhasilan yang telah dicapai, tetapi tidak sedikit pula kegagalan yang dialami. Melalui perjalanan sejarah ini, patut seharusnya kita berkaca dan mengevaluasi diri. Menjadikan masa lalu yang kita alami selama 70 tahun ini menjadi pedoman dan acuan untuk bergerak maju. Banyak tentunya menjadi hal-hal yang bisa kita pelajari dari setiap peristiwa dan kejadian di bangsa ini. Sehingga kita tidak jatuh pada lobang yang sama pula.

Semangat kemerdekaan pada awalnya diawali dengan menyingkirkan primordialis oleh para kaum terpelajar (cendikiawan) hingga terbentuk nasionalisme bahkan rasa persatuan dan kesatuan. Tetapi setelah bangsa ini melaju, batu-batu penghalang mulai muncul. Gerakan separatisme, Konflik yang bernuansa SARA, Korupsi Kolusi Nepotisme, mulai menggerogoti. Energi untuk menyelesaikan ini tentunya berampak terhadap terhambatnya pembangunan dan kemajuan bangsa. Kalau bangsa lain sudah melaju cepat, kita akhirnya tertinggal dari mereka

Dengan marak dan semangatnya 70 tahun Indonesia merdeka. Euforia revolusi mental yang telah digulirkan pemerintah. Mari kita dijadikan motor penggerak bangsa ini ini untuk mencapai cita-citanya serta ketertinggalan. Sehingga cita-cita bangsa kita merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur bisa tercapai sempurna.

 

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline