Serikat Pekerja PT PLN (Persero) atau biasa orang menyebut SP PLN, seperti kita tahu bahwa saat ini masih memiliki permasalahan terkait dengan DUALISME KEPENGURUSAN. Sehingga orang awam biasa menyebut dengan SP Lantai 3 dan SP Lantai 9 untuk memudahkan penyebutan 2 kubu yang sedang berseteru ini. Lokasi kantor sekretariat mereka pun berada di gedung yang sama di PT PLN (Persero) Kantor Pusat Gedung 1 Jl. Trunojoyo Blok M-I/135 Jakarta Selatan.
SP Lt.3 dan Lt. 9 yang dimaksud adalah sama-sama singkatan dari Serikat Pekerja, dengan nama dan lambang yang sama. Artinya 1 (satu) nama dan 1 (satu) lambang namun mempunyai 2 (dua) pemilik.
Mengapa demikian? Karena sampai saat ini kedua kubu tersebut masih sama-sama saling mengklaim bahwa merekalah yang sah. Dengan bukti-bukti dan dokumen yang saat ini sudah mereka miliki, perseteruan itu masih berlanjut sampai sekarang.
SEJARAH TERPECAHNYA SP PLN
Kita mulai pembahasan ini ke masa lalu pada saat SP PLN yang awalnya hanya ada 1 (satu).
Ketua Umum pertama Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) adalah Ir. Hasrin Hutabarat yang terpilih pada MUBES. Pada pelaksanaan Musyawarah Besar tersebut juga dideklarasikan terbentuknya organisasi Serikat Pekerja PT PLN (Persero) dan menetapkan bahwa tanggal 18 Agustus 1999 sebagai tanggal berdirinya organisasi Serikat Pekerja PT PLN (Persero) atau yang biasa orang menyebutnya dengan SP PLN.
Seiring berjalannya waktu, SP PLN mengalami banyak dinamika organisasi yang telah menorehkan banyak sejarah dalam perjalanannya selama menjadi mitra perusahaan PT PLN (Persero).
Sejarah mencatat, MUBES (Musyawarah Besar) Tahun 2007 yang diadakan di Jogjakarta menghasilkan keputusan terpilihnya Sdr. Ir. Daryoko sebagai Ketua Umum untuk masa bakti periode 2007-2011 berdasarkan Keputusan MUBES YOGYA No.11/SK/MUBES/SP PLN/2007 tanggal 31 Mei 2007.
Dalam waktu yang sama, MUBES tersebut juga melahirkan kesepakatan untuk menetapkan AD ART Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Tahun 2007 sesuai dengan Keputusan MUBES YOGYA No.07/SK/MUBES/SP PLN/2007 tanggal 30 Mei 2007.
Dua keputusan penting tersebut inilah yang menjadi cikal bakal konflik di internal kepengurusan Serikat Pekerja PT PLN (Persero) dan mengakibatkan lahirnya 2 (dua) kepengurusan. Khususnya terkait dengan pasal-pasal di dalam AD ART yang baru saja ditetapkan 1 (satu) hari lebih awal daripada ketetapan penunjukan Ketua Umum.
Pada saat masa PKB habis yakni di tahun 2009, sesuai AD ART sudah ditetapkan di MUBES Jogja, bahwa yang berhak menandatangani PKB harus anggota aktif, sementara semua pihak tahu bahwa Tahun 2009 Ir. Daryoko yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum akan pensiun.