Dalam artikel sebelumnya, saya menulis "Malaysia di Mata Buruh Migran" yang menggambarkan secara langsung tau tidak, Malaysia telah menjadi destinasi merantau yang favorit bagi tenaga kerja Indonesia (TKI).
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan persepsi pemerintah dan masyarakat Malaysia terhadap pekerja migran asing, khususnya migran Indonesia yang oleh sebagian masyarakat menyebutnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Pekerja Migran Indonesia (PMI), dan Buruh Migran Indonesia (BMI).
Kelebihan TKI di Mata Malaysia
Selama berada di Malaysia, pemerintah, pengusaha, dan masyarakat umum mengakui akan kehebatan tanaga kerja dari Indonesia. Hal ini berlaku di semua sektor pekerjaan. Mereka lebih mengutamakan orang Indonesia untuk bekerja di perusahaan-perusahaan yang ada di Malaysia. Alasanya beragam, antara sbb:
Pertama, lebih rajin dan tekun serta tidak banyak tingkah.
Kedua, kesamaan bahasa dan latar belakang budaya menjadi nilai tambah karena cepat proses penyesuaiannya dengan masyarakat setempat.
Ketiga, bersedia bekerja secara legal atau ilegal.
Satu dasarwasa yang silam, dari sebuah kantor redaksi sebuah media massa di Jakarta, saya menelpon seorang menteri Malaysia yang menangani bidang tenaga kerja asing. Dalam perbincangan jarang jauh it, sang menteri menyampaikan bahwa perekrutan tenaga kerja dari berbagai negara, untuk mengisi sektor-sektor tertentu yang dirasakan perlu dari negara lain. Namun demikian, TKI tetap diutamakan di Malaysia.
Kekurangan TKI di Mata Malaysia
Fakta yang harus diakui bahwa walaupun TKI cukup diutamakan oleh masyarakat setempat, namun dalam beberapa tahun terakhir ini, Malaysia cenderung sering merekrut tenaga kerja dari Bangladesh dan Nepal. Saya tidak ingin menyebut kekurangan pekerja migran dari negara lain.
Di sini saya ingin menyebut tiga hal yang menjadi kekurangan TKI sebagai bahan evaluasi kita bersama sbb: