Malaysia bak primadona bagi masyarakat Indonesia di Malaysia. Kaum perantau tersebut, terbukti bisa menempatkan diri dan berbaur dengan masyarakat setempat sejak puluhan tahun silam.
Pepatah "di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung" benar-benar menjadi perinsip dalam bersosialisasi saat berbaur di negeri orang. Maka dari itulah, orang Indonesia di Malaysia senantiasa mendapat tempat di hati orang Melayu hingga hari ini.
Namun demikian, bukan berarti tidak ada masalah dan konflik. Tak sedikit juga yang kecewa dengan apa yang menimpa mereka di Malaysia.
Di media massa, sering kita dengar berita-berita tidak enak menyangkut buruh migran Indonesia di Malaysia, baik itu sebagai pelaku kriminal maupun sebagai korban.
Terlepas dari itu semua, sebenarnya banyak hal yang mendukung betapa Malaysia menjadi pilihan utama sebagai tempat untuk mencari rezeki bagi kaum perantau.
Publik mengetahui, banyak warga negara Indonesia yang sudah berstatus permanent residence (PR). Mereka orang Indonesia yang mendapat hak tinggal dan bekerja di Malaysia tanpa harus menggunakan visa kerja.
Hingga 2019, kantor perwakilan RI setempat merilis angka 2.7 juta orang Indonesia berada di Malaysia. Ini bukan angka yang sedikit karena setara dengan jumlah penduduk satu provinsi di Indonesia. Jumlah tersebut memang merupakan perkiraan kasar, termasuk di dalamnya migran ilegal yang pendataannya di luar kemampuan manusia dan sistem cangih apapun. Ada lima hal yang menjadi penyebab banyaknya orang Indonesia di Malaysia:
Pertama, faktor kedekatan geografis. Untuk mencapai Malaysia, cenderung tidak susah, bisa dengan hanya merogoh kantong Rp 750,000 sudah bisa menikmati layanan penerbangan nyaman dari beberapa kota besar Indonesia ke Kuala Lumpur, bisa juga menikmati penyeberangan kapal cepat dari Batam ke Johor, dari Dumai dan Pekan Baru ke Melaka, dari Tanjung Balai Asahan ke Pelabuhan Klang, dari Tanjung Balai Karimun ke Kukup, Johor, dan bahkan cara ilegal menggunakan jasa calo lewat jalan tikus menggunakan tongkang.
Kedua, situasi yang tetap serasa di Indonesia. Berada di Malaysia belum begitu serasa berada di luar negeri. Ke mana-mana kita bertemu orang Indonesia, asal rajin jalan, kita akan bertemu makanan khas Indonesia, minimal ayam penyet dan bakso.
Suasana dan rasa Indonesia, terakumulasi di Chowkit, Kuala Lumpur yang bila berjalan di lorong pertokoan area yang menjadi pusat berkumpulnya masyarakat Indonesia di Malaysia, telinga kita akan langsung disuguhi tembang "Lagi Syantik" oleh pedangdut Siti Badriah.
Ketiga, kesamaan adat dan istiadat. Hal ini sangat dipengaruhi oleh identitas Malaysia sebagai negara Islam sehingga adat istiadat dan konsep menyajikan makanan senatiasa berada dalam koridor jaminan halal.