Kenikmatan berbuka puasa tidak terletak pada kualitas dan kelezatan menu yang dihidangkan. Jum'at kemarin (8/6) saya mendapat pengalaman dan pelajaran yang sangat berharga saat menghadiri berbuka puasa yang rutin diselenggarakan di masjid-masjid di seluruh Malaysia. Kali ini, giliran mencoba untuk kedua kalinya di masjid wilayah persekutuan Kuala Lumpur.
Dari semuanya, saya simpulkan bahwa ketulusan akan memberikan rasa nikmat dalam menu apa saja yang kita santap saat berbuka puasa.
Seperti beberapa hari sebelumnya, kemarin saya menyempatkan diri berbuka puasa secara berjamaah di masjid wilayah persekutuan Kuala Lumpur. Tidak ada yang spesial memang, walau arsitektur masjid tersergam indah, namun pengurus masjid hanya menyediakan "bubur lambuk" dan teh hangat untuk berbuka dan nasi serta lauk pauk secukupnya untuk makan setelah solat magrib.
Selain itu, berbagai macam jenis kurma dan jajan kampung dibawa oleh masyarakat yang silih berganti menyumbang makanan. Menarik memang karena apabila datang satu jenis makanan, para jamaah terutama anak-anak akan sedikit berebut. Kadang kita tidak kebagian tetapi kita sabar menunggu datang lagi hamba Allah yang membawa aneka kueh untuk berbuka.
Saya menikmati antrian dengan sedikit berebut namun orang-orang tidaklah serakah, mereka mengambil secukupnya sesuai keperluan karena tenggang rasa dengan orang lain yang juga menginginkannya.
Kebanyakan yang berbuka di masjid adalah para migran dari Arab, Asia Timur, Afrika dan juga Eropa. Beberapa saya lihat warga dari wilayah yang sedang konflik seperti Suriah, Palestina, Somalia, dan Rohingya.
Hari ini saya hanya ingin menikmati buah tamar dan bubur lambuk, setelah berbuka saya bergegas untuk solat magrib. Sehabis solat, tak segera menuju tempat makan. Tapi sejenak duduk menyampaikan pinta kepada sang Khalik. Awalnya agak kepikiran untuk segera ke tempat makan yang sudah tentu panjang antriannya tetapi alangkah baiknya berdiri menunaikan solat sunnah ba'diyah.
Ketika menuju tempat makan, tiga titik antrian semuanya sudah panjang, lalu kupilih salah satu barisan yang di depan saya orang Mesir. Saya antri dengan tenang sambil mengetik artikel ini di hp. Sekali lagi saya menyaksikan sebuah kesederhanaan dari menu yang terhidang. Mengambil nasi dan menyendok sepotong ikan tongkol masak kari. Kalau dinrestoran mungkin saya tidak akan order menu itu, demikian juga kalau terhidang di rumah mungkin saya tidak akan memilihnya. Tetapi lauk itu di masjid saya ambil dengan senang hati dan makan dengan lahap sampai bersaih.
Alhamdulillah nikmat sekali dan inilah yang namanya berkah. Sesuatu yang sedikit dan mungkin tidak lezat tetapi bisa dirasakan dengan begitu nikmat sekali.
Maka dari itulah saya mengambil pelajaran bahwa lezatnya sebuah hidangan tidak menjamin akan membawa kenikmatan bagi orang yang menyantapnya karena kenikmatan itu terletak pada keberkahan rezeki yang kita dapatkan dengan tulus ikhlas dan penuh syukur.(*)
Sekadar berbagi dari Negeri Jiran.