Lihat ke Halaman Asli

T.H. Salengke

TERVERIFIKASI

Pecinta aksara

Panggilan Menulis "Satu Guru Satu Buku"

Diperbarui: 30 Mei 2018   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana In House Training guru SILN. Foto: TH Salengke

Sebuah panggilan untuk menulis yang tentu tak mudah untuk segera bisa direalisasikan. Maklum bakat terpendam yang jarang diasah tidak bisa begitu saja lahir dalam bentuk sebuah tulisan yang renyah dan enak dibaca.

Bagi saya, menulis itu tidak semudah membolak balik telapak tangan, tetapi saya berusaha untuk menjadikan aktivitas menulis itu menyenangkan. Saya coba menepis anggapan umum bahwa menulis itu susah walau memang banyak yang kesulitan menuangkan ide ke dalam bentuk tulisan.

Program "Satu Guru Satu Buku," yang dicanangkan oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) merupakan program yang sangat bagus dan harus diacungi jempol. Saya terpanggil untuk mencari tahu lebih jauh, karena saya ingin sekali bisa belajar menulis dengan baik supaya dapat meninggalkan rekam jejak inspiratif yang tentunya akan bermanfaat bagi generasi sekarang dan akan datang.

Kita semua tahu bahwa guru merupakan agen sentral sosialisasi formal yang dapat membentuk karakter peserta didiknya. Program Satu Guru Satu Buku akan sangat efektif karena setiap guru dapat mentransfer ilmunya kepada puluhan siswa secara langsung di dalam kelas dan luar kelas serta merekam jejak keilmuan dan pengalaman berupa buku yang bisa dibaca berulang kali secara santai.

Ibu Yulismar, M.Pd., dari IGI saat memberi materi menulis kepada guru Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN) di Malaysia, beliau menggariskan pengertian menulis sebagai sebuah kegiatan melahirkan ide dan perasaan ke dalam bentuk tulisan. Tujuannya tentu supaya dapat dibaca oleh orang lain dan mendatangkan efek positif dari setiap pesan yang tertulis.

Supaya tidak salah arah, saya coba cerna masukan-masukan dari Ibu Yuslimar bahwa kesalahan besar seseorang yang menulis berniat ingin populer, ingin naik pangkat, ingin menyaingi orang lain, dan ingin dipuji. Tentu semua itu harus disingkirkan jauh-jauh karena yang terpenting kata beliau menulislah karena memang sejatinya ingin menulis untuk bisa bermanfaat.

Untuk itu, saya ingin nikmati suasana menulis saya supaya setiap ide yang datang bisa mengalir terus untuk saya tuangkan dalam bentuk tulis yang bisa dibaca oleh khalayak ramai. Bagi saya, setiap manusia memiliki bakan dasar untuk menulis, dan hal inilah yang harus terus diasah. Saya bertekat untuk terus menulis meskipun saya sendiri yang akan menjadi pembacanya.

Ketika banyak yang mempermasalahkan bahwa menulis harus ada bakat untuk bisa menulis, banyak yang memberikan alasan tidak cukup referensi, tidak punya bakat, tidak punya waktu dan masih mencari waktu luang yang cocok tetapi saya harus punya waktu untuk menulis dan senantiasa luangan waktu untuk menulis.

Saya melihat bahwa menulis perlu bakat dasar dan dari bakat itulah memulai menulis. Bakat menulis harus terus menerus diasah dengan cara menulis apa saja yang dialami. Untuk mendukung rencana menulis, maka tentu tidak boleh ragu menuangkan apa yang terlintas dalam pikiran, buang rasa minder dan juga rasa takut supaya bisa fokus mencatat setiap ide yang muncul untuk bisa ditulis setiap kejadian yang dialami.

Materi menulis dan motivasi yang diberikan kepada puluhan guru SILN tersebut sangat membantu mencungkil bakat terpendam para guru dalam bidang tulis menulis. Dengan ini kita sudah mensukseskan program pemerintah yakni Gerakan Literasi Nasional (GLN) dan Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

Sekadar berbagi bagi penikmat literasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline