Waktu senantiasa berputar dan berganti, sebuah hukum alam yang sama sekali tidak bisa dinafikan, apalagi untuk dipersalahkan. Ketika masyarakat mensikapi pergantian waktu dengan caranya sendiri-sendiri, mulailah muncul masalah dan juga pertikaian karena masing-masing mengukur tindakan orang lain dengan persepsinya sendiri.
Tahun baru, tak ubahnya dengan pergantian waktu yang spesial bagi seseorang yang kadang dirayakan dan juga bahkan dibiarkan berlalu begitu saja. Tak semua hal, menjadi sesuatu yang sama bagi orang lain, demikian juga tak semua hal memiliki makna yang serupa bagi setiap manusia. Tahun baruan, minimal sebagai jedah pengingat bahwa waktu kian melaju dan kita dituntut untuk berkiprah lebih baik dan cepat dalam konteks menebar kebaikan kepada sesama manusia.
Tingginya mobilitas hidup orang zaman sekarang, waktu terasa begitu cepat berjalan, bahkan saat beaktivitas siang, tak terasa tiba-tiba sudah malam tiba dan sebaliknya bagi yang beraktivitas malam, tak terasa fajar di ufuk timur tiba-tiba memberikan isyarat tibanya penghujung malam. Demikian juga bulan dan tahun, serasa baru saja berada di awal tahun, tiba-tiba saja sudah di akhir tahun dan siap melangkah ke tahun berikutnya.
**
Berhasilnya seseorang melewati sebuah batas waktu, tentu harus disyukuri karena itu adalah anugrah yang luar biasa. Ibarat seorang atlit yang berlari dari garis "Star" dengan penuh semangat dan mampu sampai ke garis "Finish" dengan cepat dan mendahului pelomba lain. Ketika tiba di garis penamat, berbagai cara mengekspresikan rasa syukur, ada yang sujud ke bumi, ada yang girang sambil mengancungkan kedua tangannya, ada yang berjoget, ada yang mengibarkan bendera atau panji, ada yang pelukan sama temannya, dan tak sedikit yang sekadar menangis haru. Semua itu merupakan bentuk ekspresi syukur atas capaian dan keberhasilan melewati "batas" tadi.
Lantas bagaimana dengan kesyukuran saat detik pertukaran tahun? Hal ini juga disikapi dengan bermacam-macam cara dan selama itu wajar, tidak destruktif, serta mendatangkan manfaat bagi diri dan kemaslahatan umum, tentu boleh-boleh saja.
Teman-teman saya merayakan malam tahun baru dengan zikir dan halaqah di masjid, ada juga yang masih natalan karena digabungkan dengan tahun baru, ada yang mengejar target keuntungan bisnisnya, ada yang ke perpustakaan, nonton film di bioskop, banyak juga yang sekadar kumpul alias nongkrong bersama rakan kerja. namun memang kita akui, tidak sedikit masyarakat yang berhura-hura kedebak-kedebum di saat pergantian tahun dengan membunyikan mercon dan menyakan kembang api, mabuk-mabukan di diskotik dan pantai.
Teman-teman saya di Seloto mengajak saya ke sebuah lokasi wisata gunung "Sampar Jaleka" yang baru saja dibuka dan akan dipublikasi ke khalayak ramai. Sebuah tempat dengan pemandangan indah ke arah danau yang luas, gugusan pengunungan, dan juga pemukiman masyarakat dari Seteluk hingga Taliwang.
Saya sendiri, hari ini mungkin tidak bisa keluar kemana-mana, selama beberapa jam kedepan hingga jelang waktu pergantian tahun tengah malam, ingin menunaikan target bahwa di akhir tahun 2017, tulisan saya di akun Kompasiana bisa mencapai 200 artikel. Walau sulit tetapi tekad ini harus duupayakan sekuat tenaga dan pemikiran.
**
Mensikapi momen pergantian tahun yang biasa disebut "tahun baruan" tentu kita semua berharap dapat mengisi dengan hal-hal yang bermanfaat bagi diri, keluarga, agama dan masyarakat umum supaya waktu sepesial itu berkesan dan mendatangkan kebaikan bagi kita semua.