Lihat ke Halaman Asli

T.H. Salengke

TERVERIFIKASI

Pecinta aksara

Hotel Alexis antara Anies Baswedan dan Moammar Emka

Diperbarui: 2 November 2017   13:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dok. Pribadi

Buku Jakarta Under Cover 4 in 1, habis sudah kisahnya di halaman ke-394. Namun tentu tidak demikian halnya dengan pesta "seronok" di kota yang berumur 490 tahun itu. Saya justru menangkap maksud Moammar Emka, selama detak kehidupan masih berpacu dengan waktu, pesta dan kegilaan orang-orangnya tak pernah usai karena bergerak begitu dinamis seiring perkembangan arus modernisasi.

Kisruh Hotel Alexis dan Niat Baik Gubernur

Dalam debat calon gubernur DKI Jakarta beberapa bulan lalu, bisnis hiburan malam yang ada di Hotel Alexis menjadi sorotan utama. Disebutkan bahwa perlunya menutup Alexis untuk mengerem kegiatan maksiat di lingkungan ibukota. Niat yang sangat mulia dan perlu diacungkan jempol asal tempat-tempat pelesiran cinta lainnya juga turut diberhentikan izin operasinya seperti Alexis.

Pernyataan sikap manajemen Hotel Alexis terkait kisruh penutupan lewat tidak terbitnya kembali perpanjangan izin operasionalnya disampikan oleh Lina Novita, Legal & Corporate Affair Alexis Group pada Selasa (31/10) lalu. Dari pernyataan sikap yang disimpulkan tidak mau ribut dan memperpanjang masalah terkesan bahwa tidak perlu membuktikan kesahihan adanya praktik bisnis birahi di lantai 7 karena sifatnya tidak eksklusif. 

Bagiku, tak butuh waktu lebih dari 30 menit untuk melakukan investigasi ringan membuktikan bisnis cinta di lantai 7 Hotel Alexis. Walaupun ada dua lapis pemeriksaan keamanan, tetapi taklah seketat dan sulitnya menembus tempat hiburan malam yang diceritakan oleh Moammar Emka dalam Jakarta Under Cover

Cukup dengan modal pura-pura untuk menikmati aroma kopi moka atau soft drink di resto sudut lantai 7 Alexis, siapa saja sudah dapat merekam gelagat insan yang lalu lalang dengan aroma parfum merek Jessica Parker dan JLO yang mewangi dari tibuh langsing nan cantik gadis-gadis asal Asia Tengah dan Asia Tenggara yang ada di Alexsis.

**

Kini publik juga mempertanyakan sikap pemimpin baru DKI Jakarta terhadap tempat-tempat lain yang tak kalah vulgar dari Alexis. Tentu ini menjadi PR besar gubernur Anies Rasyid Baswedan dan wakilnya Sandiaga Uno yang harus siap dengan segala konsekuensinya karena menutup Alexis sama dengan menggelindingkan bola salju yang bisa terpencar kemana-mana.

Menutup tempat maksiat merupakan keharusan agar penyakit masyarakat bisa dibendung secara bertahap. pada waktu yang sama, ketika penutupan itu terjadi, maka masyarakat harus siap dengan tumbuhnya tempat prostitusi baru dari pecahan bola salju Alexsis yang sudah pasti akan berpencar kemana-mana. 

Hal ini sama dengan saat penutupan lokalisasi Gang Dolly di Surabaya yang disebut-sebut terbesar di Asia Tenggara ini. Tak lebih dari 60 menit saya coba lakukan investigasi paska penutupan lokalisasi prostitusi terbesar di Surabaya. Hasil yang saya simpulkan bahwa di kawasan itu tak juga bersih sepenuhnya dari bisnis wisata cinta. 

Dahulu Gang Dolly memang tak pernah mati, tetapi sejak ditutup oleh Walikota Tri Rismaharini semua berubah, namun tak lantas habis bersih. Hasil observasi saya menyimpulkan sekarang para mucikari bergerak dengan istilah "bisik tetangga." Artinya tetap ada berjalan, namun secara diam-diam dan saya saksikan sendiri ketika taksi yang saya tumpangi menyusuri ruas gang. Di ujung dan tengah-tengah gang, tak sedikit sekumpulan laki-laki yang memberi kode dengan senter menandakan bahwa mereka menyediakan jasa perempuan bagi mereka yang menginginkan cinta sesaat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline