Menjadi key writer buku "Aku Juga Anak Indonesia" adalah hal yang memuaskan. Ada semangat tersendiri karena bisa mengupas hal mendasar mengapa pendidikan bagi anak pekerja migran Indonesia baik legal apa lagi yang ilegal di Malaysia sering bermasalah dan bahkan mereka tidak bisa bersekolah.
Pada saat yang sama, kita semua digiring untuk senantiasa memegang kuat bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia, sebagaimana diundangkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Selanjutnya ditekankan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Berangkat dari itu semua, saya yakin di dalam negeri sendiri pendidikan belum merata dan warga negara Indonesia belum semuanya mendapat haknya dalam pendidikan. Lebih memperihatinkan ketika isu ini dibawa ke luar negeri dimana anak-anak pekerja migran Indonesia tidak bisa mengenyam pendidikan dasar karena terbentur aturan hukum negara setempat, dan itu itu harus ditaati dan dihormati.
**
Pendidikan Indonesia di Malaysia mencakup berbagai hal yang menyentuh kehidupan masyarakat para perantau. Ketika semua mata melihat bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar bagi setiap warga negara, maka kita juga menyimpulkan perlunya layanan pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia, tak terkecuali mereka yang sedang merantau di luar negeri seperti di Malaysia.
Dua hal yang perlu dicermati adalah status hukum keimigrasian para migran di Malaysia dan aturan hukum Semenanjung Malaysia yang melarang pemegang permit (izin) kerja untuk menikah dengan warga setempat atau sesama perantau selama mereka memegang permit kerja (working permit).
Hal tersebut menjadi benang merah untuk diuraikan dan dicermati dengan bijak supaya kita bisa lebih memahami keberadaan masyarakat Indonesia di Semenanjung Malaysia dan kebutuhan pendidikan yang merupakan hak dasar mereka yang harus dilihat dari sisi konteks dan bukan substansi semata yang selama ini sering menjadi bola liar yang tidak ada titik temunya. Alhasil, yang muncul ke permukaan adalah sikap saling menyalahkan antara satu sama lain.
Permasalahan pendidikan bagi masyarakat Indonesia di Malaysia tidak lagi menjadi sederhana ketika masyarakat Indonesia pemegang permit kerja menikah dengan sesama pekerja migran dan kemudian memiliki keturunan. Mereka hidup berkeluarga sampai anak mereka menginjak usia sekolah. Di sinilah terjadi benturan antara kepentingan anak untuk sekolah dengan aturan hukum yang melarang pernikahan warga asing pemegang permit kerja. Anak yang lahir dari pasangan tenaga kerja Indonesia tidak dapat mengurus izin tinggal dari imigrasi Malaysia karena adanya larangan perkawinan bagi tenaga kerja asing tadi.
**
Kantor Perwakilan RI dan juga Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN) di Malaysia senantiasa melakukan terobosan-terobosan dalam mendekatkan akses pendidikan kepada masyarakat Indonesia di Malaysia, misalnya memberikan layanan pendidikan formal melalui Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL), Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), Sekolah Indonesia Johor Bahru (SIJB), dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Insan Malindo Klang, Selangor.
Perhatian Perwakilan RI di Malaysia kepada pendidikan pekerja migran memang cukup baik. Bahkan membuka bukan saja layanan pendidikan dasar dan menengah tetapi juga menyediakan akses pendidikan tinggi secara online melalui layanan pendidikan jarak jauh Universitas Terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia di Malaysia. Sejauh ini, terdapat 5 Pokjar UT di Malaysia yaitu Kuala Lumpur, Penang, Johor bahru, Kota Kinabalu, dan Tawau.