SUDAH 72 tahun Indonesia merdeka, sudah sering sekali terjadi penghianatan terhadap Pancasila, dan selama itu jua dasar negara yang cikal-bakalnya dirumuskan dalam sidang pertama BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) itu membuktikan ketangguhannya di negara yang sangat berwarna dari segala hal, seperti pola politik, sistem ekonomi, warna kulit, adat istiadat, bahasa, ideologi dan keyakinan yang semua itu dibungkus dengan baik oleh semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Pancasila yang digodog oleh Ir. Soekarno bersama teman-temannya dalam "Panitia Sembilan" itu diabadikan dalam "Piagam Jakarta" yang merupakan teks asli butir-butir Pancasila yang masih tertera di dalamnya kalimat ...kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Bagian inilah yang sering memicu konflik dan munculnya kelompok-kelompok radikal yang ingin mengganti dasar, sistem dan bentuk negara NKRI. Bertukarnya kalimat tersebut menjadi kepada bunyi sila pertama sekarang yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dirasakan sebagai penghalang besar untuk merubah konsep pemerintahan Indonesia.
Sebagaimana penulis sebutkan di atas bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat berwarna termasuk ideologi dan keyakinan masyarakatnya yang sangat dipengaruhi oleh alam Indonesia, maka sangat cocok agar dasar negara mewakili perinsip keyakinan seluruh agama yang ada. Islam di Indonesia merupakan agama yang dipeluk dan diyakini oleh mayoritas penduduknya. Tetapi bukan berarti harus menyisihkan jutaan masyarakat lainnya yang menganut agama-agama lain yang secara de facto and de jure diakui dan sah dari sisi hukum dan perundang-undangan negara.
Pancasila sudah sangat Islami dan semua butirnya terkandung dalam kitab suci al-Qurán. Saya coba menguraikan satu persatu secara sederhana sbb:
Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Terkait dengan konsep berketuhanan atau mempercayai Tuhan yang satu telah disebutkan dalam al-Qurán surat Al-Ikhlas ayat pertama yang berbunyi "Katakan Dia Tuhan Yang Maha Esa".
Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Butir ini mencerminkan apa yang termaktub dalam al-Qurán surat Annisa ayat 135 yang berbuyi "...Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, hendaklah kamu adil...".
Sila Ketiga: Persatuan Indonesia. Konsep persatuan dan kesatuan telah disinyalir dalam al-Qurán surat Alhujurat ayat 13 yang berbunyi "...Dan kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa, bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal...".
Sila Keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Perilaku musyarawah dan mufakat yang telah lama diamalkan oleh masyarakat Indonesia tersurat dalam kitab suci al-Qurán surat Asy-Syuro ayat 38 yang berbunyi "...Dan sedangkan keputusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka...".
Sila Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hidup berkeadilan merupkan impian semua rakyat Indonesia. Hal tersebut tertulis dengan jelas dalam kitab al-Qurán surat An-Nahl ayat 90 yang berbunyi "...Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan...".
Melalui semangat Pancasila itu, negara senantiasa berusaha mengakomodir rakyatnya untuk taat beragama sesaui kepercayaan yang dianutnya masing-masing, berkeadilan dan beradab, menjunjung persatuan dan kesatuan, senantiasa mengedepankan musawarah untuk mufakat dan mengamalkan konsep adil dalam penegakan hukum bagi seluruh rakyat tanpa harus melihat posisi dan jabatan dalam bernegara.
Namun demikian, sebagai bahan evaluasi kita semua, bahwa di tengah perjalanan panjang bangsa Indonesia, sering sekali kita temui perlakukan yang kontra-produktif dengan nilai-nilai yang termaktub dalam dasar negara tersebut. Kadang terjadi kekangan dalam beragama, pemerintah dan kelompok tertentu yang rakus dan menguras kekayaan negara untuk kepentingan kelompoknya sendiri, terjadinya perpecahan hanya gara-gara hal yang sepele, memudarnya nilai gotong royong, dan mufakat di tengah masyarakat kota--bahkan--masyarakat desa sekalipun, dan lemahnya penegakan hukum yang dilihat kadang sering mengamalkan konsep tebang pilih.