Lihat ke Halaman Asli

T.H. Salengke

TERVERIFIKASI

Pecinta aksara

Tentang "Kamu" dan "Dia" yang Membuatku Salah Kaprah

Diperbarui: 13 Mei 2017   17:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

zidhian.blogspot.com

MENULIS bisa dibilang hobiku. Walau tidak seproduktif penuis kawakan. Kadang sering merasa ada yang kurang bila sehari tidak menulis artikel pendek, padahal tidak semua tulisan-tulisan itu akan kupublikasikan.

Bagiku menulis itu bukan sekadar urusan merangkai kata menjadi sebuah kalimat yang bagus dan indah, sehingga pembaca terpesona dengan gaya tulisan yang tersajikan. Tetapi bagaimana menjiwai tulisan itu yang disampaikan dengan kata yang lugas untuk memenuhi ketepatan arti dan maksud sang penulis.

Belum lama ini, aku menulis dengan tidak konsisten. Dilema antara ingin menggambarkan rasa kedekatan dan juga rasa menghargai seseorang. Seorang teman menegurku untuk konsisten dalam pemakaian kata ganti  "kau", "kamu", "dia", dan "beliau" karena akan memberi makna dan rasa dari sebuah tulisan.

Temanku mengingatkan begini, kalau menggunakan kata "kamu" atau "dia" itu berarti kamu sedang menggambarkan sebuah kedekatan yang begitu mesra dengan seseorang. Sementara kamu sering juga menggunakan kata ganti "beliau" dalam sebuah cerita padahal sedang mengisahkan sebuah hubungan yang baik, dekat dan intim. Artinya masih menggambarkan jarak dengan tokoh dalam cerita yang kutulis.

Ternyata, selama ini aku menulis masih dibelenggu rasa tidak enak. Masih diwarnai semangat ketimuran yang begitu memperhatikan etika dan sopan santun dalam menulis. Mungkin karenaituah di tengah-tengah masyarakat kita muncul istilah bahasa halus dan bahasa kasar.

Dunia literasi bukan berarti tidak mengedepankan unggah-ungguh. Bukan pula tidak menjunjung tinggi harkat dan martabat, tetapi ketepatan penggunaan kata lebih utama karena akan menyangkut arti dari ungkapan yang baik dan konsisten tanpa harus mengurangi rasa hormat kepada seseorang.

Kira-kira demikian. Mohon masukan dari pembaca yang lebih arif supaya tulisan ini lebih bermakna dan bermanfaat bagi pembaca lainnya.

Terima kasih, ini sekadar coretan di sore hari sambil menunggu mata hari terbenam.***

KL:12052017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline