Lihat ke Halaman Asli

T.H. Salengke

TERVERIFIKASI

Pecinta aksara

Semangat Wiji Thukul Menginspirasi Sastrawan Malaysia

Diperbarui: 10 Mei 2017   14:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sastrawan Malaysia di Thukul Cetak. Dok. Pribadi Astri Rahayu

SABTU akhir pekan lalu, rekan saya Astri Rahayu, seorang pendidik senior asal Indonesia, menceritakan pengalamannya berburu buku di Kuala Lumpur International Book Exhibition 2017. Pameran tersebut berlangsung selama sepekan penuh di Pusat Dagangan Dunia Putra (PWTC) Kuala Lumpur. Puluhan bahkan ratusan stand buku digelar oleh penerbit lokal dan internasional.

Kata Astri, saat dirinya memasuki gedung yang kerap dipakai sebagai tempat perhelatan acara-acara besar negara tersebut, matanya langsung tertuju ke Thukul Cetak, sebuah stand buku yang ikut meramaikan eksibisi literasi bergengsi itu.

Thukul Cetak ternyata adalah sebuah Malaysian publisher yang buku-buku terbitannya sebagian besar adalah karya para sastrawan di Malaysia yang anti kemapanan, yang menentang kebijakan pemerintah berkuasa. Sebuah spanduk dan beberapa baliho kecil bernada keras berbunyi “Bangsa Membaca Bangsa Melawan” terpampang di kanan-kiri stand berkeluasan sekitar 3 x 8 m2, kelihatan tampak minimalis layaknya stand-stand pameran buku yang sering saya kunjungi sebelum ini.

Astri bercerita panjang lebar ketika ia mengamati buku-buku yang dipajang di stand itu, ada aroma penentangan yang ditangkap dari karya penulis dan sastrawan setempat. Dan satu hal lagi, secara tidak langsung ada keterkaitan dengan “Wiji Thukul”, seorang aktivis Indonesia yang terkenal vokal dan frontal di zaman orde baru yang kabarnya hilang begitu saja hingga ke hari ini.

Penasaran dengan cerita Astri, Minggu sore saya langsung menuju PWTC dan menghabiskan waktu hampir satu jam melihat-lihat buku serta mengamati para pengunjung ke Thukul Cetak. Saya sempat membeli 5 eksemplar buku dan mendapat satu eksemplar lagi sebagai bonus.

Melihat buku-buku yang dijual, Thukul Cetak bisa dibilang basis penentang pemerintah berkuasa partai United Malaysian National Organization (UMNO) yang telah memerintah Malaysia dalam kurun waktu lebih setengah abad.

Ternyata Thukul Cetak menyuarakan penentangan lewat karya-karya para sastrawan Malaysia yang menyajikan karya berupa puisi, monolog, dan eksposisi tentang sindiran-sindiran kepada pemerintah yang menzolimi rakyatnya.

Polanya sama seperti Wiji Thukul, penyair Indonesia yang terkesan ndeso tapi telah membuat pemerintah di zaman Soeharto cukup resah lewat karya-karyanya berisi penolakan terhadap pemerintahan yang tirani. Wiji Thukul, seorang Indonesia yang di tahun 1998 menghilang dan sampai hari ini tiada yang tahu sebab dan musababnya. Yang pasti karena lantang menyuarakan isu-isu demokrasi dan anti kemapanan.

Ternyata Wiji Thukul telah menjadi inspirasi penulis-penulis Malaysia tersebut yang mungkin juga sudah mulai muak dengan pemerintahan yang korup dan kemudian mengabadikan namanya menjadi salah satu nama publisher.

Apakah tidak ada Wiji Thukul di negeri jiran? Atau pemerintahan Najib Razak tidak seresah penguasa Indonesia di zaman Orde Baru? Entahlah! Yang jelas, keberadaan Thukul Cetak pasti pengganggu, ibarat pasir dalam sepatu bagi penguasa di Malaysia.***

Kuala Lumpur, 07052017

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline