Lihat ke Halaman Asli

thrio haryanto

Penulis dan Penikmat Kopi Nusantara

Cerpen | Penjaga Makam

Diperbarui: 26 Maret 2020   10:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: pixabay.com

Hari ini ada lagi yang mati. Seorang lelaki, duda dua anak. Umurnya enam puluh tahun. Dia mati bukan karena sakit atau kecelakaan tetapi karena sudah waktunya.

Para penggali kubur sudah bekerja sejak pagi. Namun, pemakamannya baru akan dilakukan selepas Asar, menunggu dua anaknya yang merantau di Jakarta pulang.

Sarpin, seperti biasa, sibuk dengan pekerjaannya. Selepas Subuh, lelaki itu berangkat ke tanah makam untuk merawat makam-makam yang ada di situ. Mencabuti rerumputan, menyapu dedaunan kering, dan membersihkan bangkai bunga-bunga duka. Tak lupa, ia mengelap setiap nisan seraya berdoa, "Semoga engkau damai."

Doa itu selalu ia ucapkan setiap mengelap nisan. Tak peduli ia kenal atau tidak dengan yang dikubur. Tak peduli perilaku apa yang telah dilakukan oleh yang dikubur. Dia hanya tahu bahwa berdoa baik adalah puncak kebaikan. Dia hanya tahu bahwa bumi pun tak pernah membeda-bedakan siapa yang dikubur.

Selepas Asar, rombongan pelayat datang mengantar jenazah. Sarpin menghentikan pekerjaannya demi menghormati jenazah yang akan dikubur sore itu.

Kemudian, Sarpin mendekati rombongan itu. Semakin dekat, mata tuanya mulai dapat mengenali banyak pelayat. Herannya, kenapa ia tak mendengar berita duka dan tentang siapa yang mati di kampungnya pagi itu?

"Siapa yang mati?" tanya Sarpin kepada seorang lelaki yang berdiri di sampingnya.

"Kamu," 

Tubuh Sarpin gemetar mendengar jawaban itu hingga sapu di tangannya terjatuh.

 "Semoga engkau damai," lanjut orang itu lalu pergi meninggalkan Sarpin yang berdiri memaku. 

Sarpin tak mampu menyimpan kesedihan di wajahnya. Bukan karena ia kini telah mati namun karena ia tak akan bisa merawat makamnya sendiri.

***

Jakarta, 25 Februari 2020

Terinspirasi sajak Tentang Seorang Penjaga Kubur yang Mati karya Sapardi Djoko Damono, 1964.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline