Lihat ke Halaman Asli

Thresya A. T. Pasaribu

Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Manajemen Rekayasa, Institut Teknologi Del

Perbandingan Design Thinking dan Lateral Thinking

Diperbarui: 31 Maret 2021   01:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Design Thinking dan Lateral thinking merupakan metode berpikir yang digunakan dalam proses desain maupun problem solving. Namun walaupun kedua metode ini memiliki tujuan yang sama, namun dalam penerapannya kedua metode ini terbilang cukup berbeda.

Perbedaan paling mendasar dari kedua metode ini adalah dari cara pemecahan masalah setiap metode. Pemecahan masalah dengan metode Design Thinking cenderung berfokus terhadap pemenuhan kebutuhan pengguna saja dan dengan teratur melakukan penyelesaian masalah menggunakan tahapan-tahapan Design Thinking. Sedangkan pemecahan masalah dengan Lateral Thinking dilakukan dengan mengasumsikan kemungkinan apa saja yang dalam hal ini dapat disebut sebagai berpikir "out of the box". Bahkan dalam penerapannya Lateral Thinking tidak terpacu pada tahapan-tahapan cara penyelesaian namun dibebaskan untuk menjalankan kreasi dan imajinasi.

Untuk lebih jelas mengenai perbedaan metode Design Thinking dan Lateral Thinking dapat dilihat pada penjelasan di bawah

Design Thinking merupakan sebuah metode yang digunakan dalam proses desain yang dalam penerapannya sangat berfokus kepada pengguna atau user. Berdasarkan hal tersebut pada metode ini juga terdapat tahapan yang dilakukan secara teratur yang terdiri dari 5 tahapan yakni:

Empathize: Dimana ketika user atau pengguna sudah ditetapkan, maka selanjutnya dilakukan pengenalan terhadap pengalaman, emosi, dan situasi dari si pengguna. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan wawancara, observasi kehidupan pengguna, dan cara lainnya.

Define: Setelah kebutuhan pengguna sudah diketahui, maka kemudian dilakukan penggambaran sebuah ide yang akan menjadi dasar dari produk atau aplikasi yang akan dibuat. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat list kebutuhan user dan menggunakan pengetahuan mengenai kondisi yang sedang terjadi.

Ideate: Dengan kebutuhan yang ada, maka desainer perlu menggambarkan solusi yang dibutuhkan. Hal ini dapat dilakukan melakukan evaluasi bersama tim desain dengan menggabungkan kreativitas dari masing-masing desainer.

Prototype: Ide yang sudah ada sebelumnya maka perlu langsung diimplementasikan dalam sebuah aplikasi atau produk uji coba. Perlu dihasilkan sebuah produk nyata dan kemungkinan skenario penggunaan.

Test: Dari produk atau aplikasi uji coba yang sudah dibuat, maka akan dilakukan sebuah percobaan dengan pengguna. Dari pengalaman pengguna dalam menggunakan produk uji coba, maka akan didapatkan masukkan untuk membuat produk yang lebih baik dan melakukan perbaikan pada produk yang ada.

Lateral Thinking, pada prinsipnya, adalah melihat masalah dari sudut pandang yang lain. Masalah tidak dipecahkan dengan metode yang sama dengan yang sudah ada sebelumnya. Cara yang lama ditinggalkan dan cara yang baru dicoba. Lateral Thinking bukan sesuatu yang alami. Ini berkaitan dengan cara kerja pikiran. Ketika pikiran menerima informasi, informasi tersebut membentuk pola. Bila pola telah terbentuk dan pola itu kuat, pola itu akan cenderung diikuti.

Bila pikiran menerima metode tertentu untuk memecahkan masalah dan metode itu sering digunakan, maka pola itu akan terbentuk. Dan ketika masalah baru muncul, masalah dipecahkan dengan metode yang sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline