Avatar: The Last Airbender telah menjadi fenomena budaya sejak kemunculannya, dan dalam versi tahun 2024, kita masih bisa melihat dampaknya yang kuat, khususnya melalui karakter Katara. Dalam film ini, Katara memainkan peran kunci dalam membawa pesan pemberdayaan dan perlawanan terhadap norma sosial yang mengikat perempuan di dalam masyarakat suku air di Kutub Utara.
Sejak awal, penonton diperkenalkan pada Katara sebagai seorang waterbender yang bersemangat. Namun, harapan dan stereotip gender di Kutub Utara memaksa Katara untuk menghadapi kendala. Master Pakku, seorang penendali air yang berpengaruh di Kutub Utara, menegaskan norma bahwa perempuan seharusnya tidak terlibat dalam pertempuran dan sebaiknya memilih peran sebagai tenaga medis atau pengasuh.
Namun, apa yang membuat Katara berbeda adalah semangat dan tekadnya untuk mengubah takdir yang ditentukan oleh norma sosial. Meskipun disuruh untuk fokus menjadi tenaga medis, Katara menolak untuk terjebak dalam batasan tersebut. Ia meyakinkan Master Pakku dan dirinya sendiri bahwa kemampuannya sebagai seorang waterbender tidak boleh diabaikan hanya karena ia seorang perempuan. Representasi inilah yang mengangkat karakter Katara menjadi simbol feminisme di dalam cerita.
Sebuah momen penting dalam film adalah ketika Katara menantang Master Pakku untuk duel waterbending. Dalam pertarungan ini, Katara tidak hanya membuktikan kemampuannya sebagai seorang pejuang yang tangguh tetapi juga menyuarakan pentingnya kesetaraan gender. Perjuangan Katara bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk semua perempuan di suku air yang mungkin bermimpi lebih dari yang ditentukan oleh norma patriarki.
Keberanian Katara untuk menghadapi norma-norma sosial yang membatasi perempuan di bidang peperangan adalah sebuah pernyataan kuat tentang pentingnya meruntuhkan batasan-batasan tersebut. Melalui representasinya, film ini memberikan pesan bahwa perempuan memiliki hak untuk mengejar passion-nya, bahkan jika itu melibatkan hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan norma. Yang akhirnya, Master Pakku dan beberapa pria mengakui keberanian dan keahlian Katara, bahkan ada yang memanggilnya Master Katara.
Selain itu, film ini juga menyoroti peran penting Katara dalam membentuk hubungan yang sehat dengan karakter pria di sekitarnya. Keterlibatannya dalam pertempuran bukan hanya tentang membuktikan kemampuannya tetapi juga tentang membangun persepsi bahwa perempuan dan pria dapat bekerja bersama-sama sebagai mitra yang setara.
Dalam Avatar: The Last Airbender (2024), Katara menjadi simbol perlawanan terhadap norma gender yang melawan stigma bahwa perempuan dapat bertarung di medan perang. Karakternya bukan hanya sekadar seorang pejuang tangguh, tetapi juga seorang pionir yang membuka jalan bagi perempuan untuk mengejar impian dan aspirasi mereka tanpa terpengaruh oleh ekspektasi yang usang. Film ini menyajikan keberanian dan kecerdasan perempuan, membawa pesan kuat tentang pentingnya kesetaraan gender di dalam masyarakat kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H