Lihat ke Halaman Asli

Thoriq Ahmad Taqiyuddin

Pembaca, Penulis dan Analis Sosial

Teguran Keras dari Pangeran Arab Saudi Al-Faisal kepada Presiden AS, Donald Trump.

Diperbarui: 7 Februari 2025   07:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Donald Trump berpidato dalam acara kenegaraan Amerika Serikat (image: cnbcindonesia.com)

Setelah resmi menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat, Donald Trump langsung membuat pernyataan publik yang kontroversial, dan memicu kemarahan besra bagi seluruh umat muslim dunia. Perhatian besar telah masyarakat dunia curahkan lada perjuangan kemerdekaan palestina daei Israel, terutama terkait konflik Israel-Palestina yang tak kunjung usai dalam 1 tahun terakhir. Salah satu rencananya yang paling mengejutkan publik dunia adalah rencana Trump mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasi paksa penduduknya ke Yordania dan Mesir.  

Rencana ini menuai kecaman luas dari maayarakat dunia, termasuk dari Arab Saudi. Pangeran Turki Al-Faisal, mantan kepala intelijen Arab Saudi dan duta besar untuk Washington, dengan tegas menolak usulan Trump dan menyebutnya sebagai bentuk "pembersihan etnis."  

Dalam wawancaranya dengan CNN International, Pangeran Al-Faisal menegaskan bahwa dunia tidak boleh tinggal diam terhadap kebijakan semacam ini. Menurutnya, masalah di Palestina bukanlah rakyatnya, melainkan pendudukan Israel yang terus berlanjut.  

Surat Terbuka Pangeran Turki Al-Faisal untuk Trump.

Sebagai respons terhadap rencana Trump, Pangeran Turki Al-Faisal menulis surat terbuka yang diterbitkan di surat kabar "National". Dalam surat itu, ia menegaskan bahwa orang-orang Palestina bukanlah imigran ilegal yang bisa dideportasi begitu saja ke negeri lain.  

"Tanah-tanah itu adalah tanah mereka dan rumah-rumah yang dihancurkan Israel adalah rumah mereka. Mereka akan membangunnya kembali sebagaimana yang telah mereka lakukan setelah serangan-serangan Israel sebelumnya," tulisnya, seperti dikutip "Middle East Monitor".  

Ia juga mengingatkan bahwa sebagian besar penduduk Gaza adalah pengungsi yang telah terusir sejak perang 1948 dan 1967 akibat agresi Israel. Jika mereka harus meninggalkan Gaza, maka mereka seharusnya diizinkan kembali ke rumah mereka di Haifa, Jaffa, dan desa-desa lainnya yang kini menjadi bagian dari Israel.  

Pangeran Turki Al-Faisal bahkan menyebut bahwa banyak pemukim Israel saat ini adalah imigran dari Eropa yang datang setelah Perang Dunia II. Mereka, menurutnya, telah mengambil rumah dan tanah Palestina dengan cara paksa. Ia menyoroti bagaimana AS dan Inggris, sebagai pemenang Perang Dunia II, tidak hanya diam terhadap pengusiran ini, tetapi bahkan memfasilitasinya.  

Relokasi atau Pembersihan Etnis?

Rencana Trump untuk mengusir warga Palestina dari Gaza dan mengubah wilayah itu menjadi "Riviera of the Middle East" dikecam luas. Dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump menyatakan bahwa penduduk Gaza bisa pindah ke Yordania atau Mesir. Namun, kedua negara tersebut dengan tegas menolak gagasan itu.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline