Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang moralitas, tentang apa yang seharusnya kita lakukan dan bagaimana kita seharusnya bertindak. Dalam hidup sehari-hari, kita sering dihadapkan pada pilihan-pilihan yang melibatkan keputusan moral, baik itu mengenai tindakan yang benar, keadilan, atau bagaimana kita memperlakukan sesama. Etika berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan memberi panduan tentang tindakan yang benar dan bagaimana kita harus hidup dengan baik.
Namun, meskipun kita sering menghadapi dilema moral dalam kehidupan, prinsip-prinsip yang mendasari etika sangat beragam dan tidak selalu mudah dipahami. Ada banyak aliran pemikiran dalam etika yang masing-masing memiliki cara pandang berbeda tentang bagaimana kita harus bertindak dan apa yang membuat suatu tindakan benar atau salah. Tiga aliran etika yang paling dikenal adalah "deontologi", "utilitarianisme", dan "etika kebajikan". Ketiganya memberi perspektif yang berbeda tentang moralitas dan tindakan manusia, dan masing-masing mencoba menjawab pertanyaan mendasar tentang apa yang seharusnya kita lakukan di dunia ini.
Deontologi
Salah satu pandangan yang cukup kuat dalam etika adalah "deontologi", yang menekankan pentingnya kewajiban moral yang harus dipatuhi, terlepas dari hasil yang dihasilkan dari tindakan tersebut. Deontologi berasal dari kata Yunani "deon", yang berarti "kewajiban" atau "tugas". Menurut pandangan ini, ada aturan atau prinsip moral tertentu yang harus diikuti oleh setiap individu, tanpa memperhatikan konsekuensi atau hasil dari tindakan itu.
Salah satu tokoh utama dalam aliran deontologi adalah Immanuel Kant, seorang filsuf Jerman yang dikenal dengan teori moralnya yang terkenal. Kant berpendapat bahwa tindakan kita harus didorong oleh "kewajiban moral" yang bersifat universal. Artinya, kita harus bertindak berdasarkan prinsip yang jika diterapkan oleh semua orang, akan membawa kebaikan secara umum. Salah satu prinsip Kant yang terkenal adalah "imperatif kategoris", yang mengatakan bahwa kita harus bertindak hanya menurut prinsip yang bisa kita kehendaki sebagai hukum universal. Dengan kata lain, kita harus bertindak seolah-olah tindakan kita menjadi aturan yang bisa diterima oleh semua orang di seluruh dunia.
Sebagai contoh, dalam situasi di mana seseorang mungkin tergoda untuk berbohong, menurut deontologi, kebohongan itu tetap salah meskipun bisa memberi manfaat atau menghindari konsekuensi buruk. Hal ini karena berbohong bertentangan dengan kewajiban moral untuk menghormati kebenaran dan integritas. Oleh karena itu, meskipun hasil dari berbohong bisa terlihat positif, tindakan itu tetap dianggap tidak bermoral dalam pandangan deontologi, karena melanggar kewajiban moral yang lebih tinggi.
Deontologi mengajarkan kita untuk bertindak dengan cara yang bisa dipertanggungjawabkan secara moral, tanpa tergantung pada keuntungan atau kerugian yang akan kita peroleh. Ini memberi kita panduan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan, meskipun dalam beberapa kasus hasilnya mungkin tidak selalu menguntungkan atau menyenangkan. Prinsip ini menegaskan bahwa "yang penting adalah niat dan kewajiban kita untuk bertindak dengan cara yang benar", bukan semata-mata hasil akhirnya.
Utilitarianisme
Berbeda dengan deontologi, yang lebih fokus pada kewajiban moral, utilitarianisme adalah pandangan yang menilai tindakan berdasarkan hasilnya. Dalam pandangan utilitarian, tindakan dianggap benar jika ia membawa kebahagiaan atau manfaat terbesar bagi jumlah orang yang terbesar. Ini berarti bahwa utilitarianisme mengutamakan konsekuensi dari tindakan kita, dan kita harus memilih tindakan yang memberikan manfaat terbaik bagi banyak orang, bahkan jika itu berarti mengorbankan kepentingan individu atau kelompok kecil.
Filsuf Inggris John Stuart Mill adalah salah satu tokoh utama dalam aliran ini. Mill berpendapat bahwa kebahagiaan manusia adalah tujuan utama dalam hidup, dan bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang membawa hasil terbaik dalam hal kebahagiaan. Dalam teori utilitarian, kebahagiaan didefinisikan sebagai "kesejahteraan" atau "kepuasan" yang dapat diperoleh dari tindakan kita. Oleh karena itu, kita harus selalu berusaha untuk melakukan tindakan yang akan memberi manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang, bahkan jika itu berarti membuat keputusan yang tampaknya tidak adil bagi sebagian orang.