Lihat ke Halaman Asli

Thoriq Ahmad Taqiyuddin

Audaces Fortuna Iuvat

Pengaruh Budaya Intelektual pada Kehidupan Politik

Diperbarui: 26 Januari 2023   02:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Reformasi di Indonesia adalah sebuah transisi bentuk pemerintahan yang memberikan sebuah stimulus besar bagi masyarakatnya. Setelah berkuasanya rezim pemerintahan militer selama lebih dari setengah abad (Demokrasi terpimpin Soekarno dan Pemerintahan Militer Soeharto), permasalahan yang dihadapi oleh negeri ini secara berkala masuk ke area baru terkait globalisasi.

Sebagai sebuah entitas politik yang berdiri atas kepentingan bersama, tentu saja keanggotaan Indonesia di Dewan PBB merupakan sebuah perwujudan kalau  Indonesia merupakan negara yang siap terlibat dalam proses politik antar bangsa. Sebagaimana perwujudan rukun tetangga, tentu saja satu sama lain memiliki kepentingan dan tujuan yang berbeda, tapi kesadaran akan manusia yang tidak mampu berdiri sendiri dan semangat untuk menciptakan perdamaian lewat kerjasama menjadikan politik global sebagai sebuah instrument yang merawat keselasaran tujuan dan cara yang masing-masing negara tempuh secara nyata.

Kajian tentang alam dan manusia telah dimulai di masa Republik Yunani Kuno, era dimana kekuasaan terdesentralisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan telah melahirkan budaya intelektual yang mengakar hingga ke era modern. Sebagaimana pengetahuan umum kita tentang  Politik sebagai sebuah proses pengambilan keputusan dalam sebuah kelompok. Tentu saja praktiknya tak lepas dari ragam trial-error yang telah berlangsung selama ribuan tahun dan akan terus diperbaharui secara konsep ataupun praktik seiring dengan kebutuhan akan penyelenggaraan kekuasaan di seluruh tempat di muka bumi.

Kontekstualsasi dari negara bangsa diambil dari sejarah negara-kota yang telah ada berabad-abad lamanya di Yunani. Banyak konteks politik modern yang pondasi dasarnya dimulai pada pemerintahan kota Athena, lembaga pertahanan milter Spartan dan banyak lagi. Tempat dimana kelompok masyarakat yang berbudaya telah melahirkan puluhan bahkan ratusan pemikir besar yang pengetahuannya telah melampaui zaman. Tanpa interpretasi pemikiran yang disuguhkan oleh Socrates dan para filsuf yang melakukan pengembangan tentang manusia, tentu alur sejarah peradaban tida seperti apa yang saat ini kita ketahui saat ini.

Era kegelapan yang dimulai dari dinasti kekaisaran gereja yang memonopoli penyelenggaraan kekuasaan di hampir seluruh eropa telah mencengkrang budaya pengetahuan dan pengorganisiran dari pengetahuan itu sendiri.

Kenyataan bahwa ilmu pengetahuan dimonopoli atas keinginan dan hasrat kekuasaan di lingkungan gereja telah membunuh banyak ilmuan besar, seperti Nicholacus Copernicus ataupun Galileo Galilei yang dianggap subversive karna penemuan ilmiah yang mereka temukan berbeda dengan pandangan Alkitb terhadap rotasi alam semesta. Tuduhan kafir dan pembohong juga dilontarkan kepeada para ilmuan yang menyerukan pernyataan ilmiah yang bertentangan dengan narasi gereja ataupun para penguasa berpengaruh di era tersebut.

Baik filsuf yang mengkaji Alam seperti Archimedes ataupun Anaximander ataupun filsuf yang mengkaji manusia seperti Socrates ataupun Plato, semua filsuf besar adalah mereka yang menyerukan argumentasi hebat yang terkadang dianggap tabu di masa mereka berada. Namun lewat penalaran dan kemajuan budaya intelektual yang hadir di era modern, tentu pemikiran lama mereka dianggap sebagai alternative pemikiran dan dapat menjadi variasi dari praktik sehari hari. Baik itu dalam ilmu pengetahuan, penyelenggaraan kekuasaan, hingga pandangan luas tentang hidup, agama, akhirat dan kematian.

Berbeda di era Socrates, berbeda juga di era Machiavelli, berbeda pula di era Noam Comsky. Pemikiran politik selalu berkembang dan menciptakan gagasan baru secara konsep maupun praktik. Proses ilmu pengetahuan dan proses kebudayaan telah meminimalisir sifat primitive seorang manusia menjadi masyarakat yang berbudaya dan menjalankan proses bermasyarakat yang saling ketergantungan, sehingga timbal balik dari keuntungan tidak selalu menghasilkan ketengangan dan konflik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline