Mengikuti olahraga basket memiliki selera tersendiri, di kalangan mayoritas orang Indonesia yang lebih gandrung dengan olah raga Sepak Bola, tapi bagi saya menonton basket lebih menarik.
Disamping rotasi permainan yang terhitung cepat dari kedua belah kubu, berbagai aksi atletik nan energik juga menjadi tontonan yang menarik bagi saya.
Tak jarang saya akan menganga sabil bilang “wow!” saat salah satu pemain NBA melakukan gerakan dunk, ataupun alley oops (lompat ke ring untuk memasukan bola yang sudah terlempar lebih dulu) yang ciamik.
Namun lebih dari itu, kehadiran para atlit basket NBA yang mayoritas berkulit hitam memberi cara pandang tersendiri. Pasalnya, seperti hal yang sudah lama kita ketahui kalau Amerika Serikat adalah negara dengan sentiment ras yang sangat tinggi.
Tak jarang kita mendengar dari berita adanya kelompok kulit putih yang menyerang kulit hitam. Bukan hanya kelompok sipil, seperti gang, namun juga polisi dan otoritas wilayah serupa.
Terakhir, yang belum hilang dari ingatan kita adalah kasus kematian George Floyd, seorang warga kulit hitam dari Minneapolis yang tewas kehabisan nafas setelah lehernya ditindih oleh seorang polisi bernama Derek Chauvin.
Berselang dengan kejadian tersebut, muncul demontrasi dengan skala besar di seluruh dunia yang mengutuk perbuatan dari polisi tersebut.
Gelombang protes keras yang menyebar dari seluruh dunia ikut menggagas para pemain basket di NBA sepert LeBron James dan Kyrie Irving untuk menyerukan aksi protesnya dengan kaos yang bertuliskan “I Can’t Breathe”, sebuah kalimat terakhir yang diucapkan oleh George Floyd sesaat sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.
Namun bukan hanya itu, berbagai aktivisme politik dari atlit oleh raga telah bermunculan jauh sebelum protes yang dilakukan oleh para pemain basket ini. Salah satu yang cukup fenomenal adalah penolakan yang dilakukan oleh Muhammad Ali dalam keterlibatannya ke dalam Perang di Vietnam.
Bill Russell,seorang Hall of Fame basket di NBA menjadi advokat integrasi kulit hitam setelah pelaporan yang dilakukan oleh beberapa orang kulit hitam di AS yang dilarang untuk masuk ke dalam restoran, Protes atas larangan untuk melakukan dunk dalam olah raga Basket, karna dunk populer sebagai gerakan atlet basket kulit hitam pun menjadi perhatian yang tak lepas dari sorotan setelah hal ini dikemukakan oleh Lew Alcindor, atau lebih dikenal sebagai Kareem Abdul Jabbar, seorang atlet basket yang bermain film bersama Bruce Lee dalam film Game of Death.
Ada banyak macam protes yang para atlit ini lakukan. Hal itu adalah tentang masalah ras, jenis kelamin, keuangan, dan bebagai hal mengenai kebangsaan dalam sejarah olahraga Amerika dan Olimpiade, tetapi mereka semua memiliki kesamaan, yaitu perjuangan terus-menerus untuk keadilan.