PENDIDIKAN YANG TIDAK MERATA
OLEH:
THORIQH HILBRAM SALSABIL H ALI (1152300292)
PENDAHULUAN
Pasal 31 UUD 1945 pada ayat 1 menyatakan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, pada ayat 2 menyatakan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, dan pemerintah wajib membiayainya (UUD 1945, pasal 31). Lalu, pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia huruf A menyatakan bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketakwaan dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh penciptaNya dianugerahi Hak Asasi untuk menjamin keberadaan hakikat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya.
Pemeratan pendidikan yang dilaksanakan di berbagai daerah Indonesia mempunyai bermacam-macam kendala dalam melaksanakannya. Permasalahan tersebut di sebabkan oleh daerah pedesaan yang terpencil dan jauh dari perkotaan dalam mengakses layanan pendidikan yang masih belum terdistribusi secara merata.
Suatu bangsa akan maju jika pendidikannya baik, merata, dan berkualitas. Sesuatu yang berkualitas hanya dicapai melalui pengorbanan dan usaha yang besar. Begitupun halnya dengan pendidikan yang bermutu hanya diperoleh dengan usaha dan dana yang sangat besar. Sebaliknya, suatu bangsa akan hancur jika pendidikannya buruk. Pendidikan yang berkualitas justru melahirkan generasi muda yang bertanggung jawab terhadap negara. Negara-negara yang besar dan maju di dunia saat ini justru karena keberhasilannya menciptakan pendidikan yang berkualitas bagi warganya. Pendidikan yang berkualitas mampu membentuk manusia yang cerdas dan unggul serta memiliki motivasi tinggi untuk berkontribusi demi kemajuan bangsa. Negara kita saat ini sedang mengalami ketertinggalan dalam kualitas pendidikan baik formal maupun informal. Hal ini diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2015), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Hasil survey dari lembaga yang sama menunjukkan bahwa Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Hal ini dapat dijadikan indikator masih rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2013) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia, ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). SMP di Indonesia berjumlah 20.918 dan ternyata hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP). Sedangkan SMA berjumlah 8.036 dan ternyata hanya tujuh sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP). Selain itu, Ketika pada tahun 2015 bertepatan dengan saat pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, peringkat IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indonesia berada pada urutan 110 dari 188 negara. Pada saat ini posisi kita turun ke peringkat 113.
ISI
Faktor penyebab pendidikan tidak merata
1. Akses Pendidikan yang Tidak Merata: Indonesia adalah negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, yang membuatnya sulit untuk mencapai pemerataan akses pendidikan karena geografinya.
- Wilayah Perkotaan, Pedesaan, dan Terpencil: Anak-anak di kota-kota seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung dapat pergi ke sekolah dengan fasilitas yang lengkap, seperti gedung kelas satu hingga laboratorium dan perpustakaan. Di wilayah pedesaan dan terpencil, seperti Papua, Maluku, atau Nusa Tenggara Timur (NTT), anak-anak sering kali harus menempuh perjalanan jauh untuk pergi ke sekolah. Pendidikan bahkan tidak memadai di beberapa wilayah.
- Data Angka Partisipasi Sekolah (APS): Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), angka partisipasi sekolah di wilayah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) jauh lebih rendah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Misalnya, APS tingkat sekolah menengah atas di Papua hanya sekitar 60%, sedangkan di DKI Jakarta mencapai lebih dari 90%.
2. Ketimpangan Kualitas Pendidikan
- Guru Berkualitas Tidak Merata: Guru di daerah perkotaan biasanya memiliki pengalaman mengajar yang lebih lama, pendidikan yang lebih baik, dan lebih banyak pelatihan. Sebaliknya, banyak guru di daerah terpencil bekerja sebagai tenaga honorer dengan gaji rendah dan tidak memiliki pelatihan yang cukup. Beberapa daerah bahkan mengalami kekurangan guru untuk mata pelajaran tertentu seperti sains dan matematika.
- Fasilitas Belajar yang Tidak Memadai: Sekolah di kota-kota besar memiliki ruang kelas yang nyaman, alat pembelajaran modern, dan bahkan meja dan kursi yang layak.