Di tengah derasnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi, Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk mengadaptasi sistem pendidikan terutama kurikulum pembelajaran yang seharusnya relevan dan inovatif. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelaraskan kurikulum dan metode pengajaran dengan kebutuhan zaman, namun tetap mempertahankan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Penyesuaian ini penting agar generasi muda Indonesia tidak hanya mampu bersaing di kancah internasional, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan tangguh. Selain itu, upaya peningkatan akses pendidikan terus diintensifkan, khususnya bagi masyarakat di daerah terpencil dan kurang mampu.
Pemerintah bersama berbagai lembaga pendidikan berkolaborasi untuk menyediakan sarana dan prasarana yang memadai, serta memastikan guru-guru mendapat pelatihan yang berkualitas. Meskipun begitu, dasar masalah pendidikan di Indonesia adalah kurikulum yang sebenarnya tidak memberikan kebebasan siswa untuk berkembang secara maksimal.
Pendidikan di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan meskipun telah dilakukan berbagai upaya untuk memperbarui kurikulum. Salah satu indikator utama dari kekurangan ini adalah rendahnya peringkat Indonesia dalam Program for International Student Assessment (PISA). Berdasarkan data PISA 2018, Indonesia berada di peringkat 74 dari 79 negara dalam hal kemampuan membaca, 73 dalam matematika, dan 71 dalam sains.
Peringkat ini menunjukkan bahwa meskipun kurikulum telah diperbarui, hasil belajar siswa Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain. Selain itu, hasil Ujian Nasional dan evaluasi lainnya sering menunjukkan bahwa banyak siswa yang belum mencapai kompetensi dasar yang diperlukan, seperti literasi dan numerasi.
Selain data akademis, tantangan dalam pendidikan juga terlihat dari masalah akses dan kualitas pendidikan di berbagai daerah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah (APS) masih rendah di beberapa daerah terpencil dan tertinggal. Misalnya, APS untuk anak usia 16-18 tahun di Papua hanya mencapai sekitar 53,81%, jauh di bawah rata-rata nasional.
Selain itu, kondisi fasilitas pendidikan yang masih belum merata, dengan banyak sekolah yang kekurangan sarana dan prasarana dasar, turut menjadi penghambat kualitas pendidikan.
Kurangnya pelatihan dan pengembangan profesional bagi guru juga menambah kompleksitas masalah, sehingga banyak guru yang belum siap menerapkan metode pengajaran yang lebih inovatif dan sesuai dengan kurikulum terbaru. Semua faktor ini menunjukkan bahwa meskipun ada niat dan upaya untuk memperbaiki sistem pendidikan, implementasinya masih belum optimal dan membutuhkan perhatian serta perbaikan yang lebih intensif.
Jika dibandingkan dengan negara-negara maju, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam dunia pendidikan. Di negara seperti Finlandia, kurikulum sudah sangat adaptif dan berfokus pada pengembangan keterampilan kritis dan kreativitas siswa. Selain itu, akses pendidikan yang merata dan fasilitas yang memadai menjadikan setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang.
Sementara itu, di Indonesia, meski upaya peningkatan akses pendidikan terus dilakukan, kurikulum yang ada masih memiliki sifat mengurangi kebebasan dan perkembangan diri yang tidak kreatif dari siswa untuk mempelajari hal lain sehingga siswa tidak memiliki kreativitas yang tinggi.
Meskipun tanda disadari bahwa kurikulum di Finlandia dapat dikatakan lebih baik dibandingkan Kurikulum 2013 (K13) dan Kurikulum Merdeka di Indonesia karena pendekatan yang lebih personal dan berpusat pada siswa. Di Finlandia, guru memiliki kebebasan untuk menyesuaikan metode pengajaran berdasarkan kebutuhan dan minat siswa.