Sudah ada tren apa saja yang muncul selama pandemi? Dan, kenapa kita selalu jatuh ke dalam tren tersebut?
Selama beberapa bulan kemarin atau mungkin sampai dengan sekarang, ada begitu banyak orang yang membeli tanaman hias. Akhirnya, karena semakin banyak orang yang membeli, kegiatan ini pun berubah menjadi tren. Yang sampai-sampai juga membuat viral di jagat sosial media kita. Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu, cnnindonesia.com melaporkan soal kegiatan jual beli mobil yang transaksinya dilakukan dengan cara barter tanaman hias.
Tulisan artikel kali ini sebetulnya tidak akan membahas tren pembelian tanaman hias selama pandemi. Tapi yang akan dibahas adalah tren mengenai hidupnya kembali budaya bersepeda, yang terjadi tidak hanya di Indonesia, namun juga di beberapa negara maju seperti di Eropa. Kalau pembaca masih ingat, tren ini pernah muncul di masa awal penyebaran Covid-19 atau sekitar di akhir bulan April menuju ke pertengahan bulan Juli.
Jika pembaca harus menebak alasan dibalik kenapa tren ini muncul, jawabannya mungkin adalah karena adanya rasa bosan atau mungkin karena adanya kebutuhan untuk menjaga kesehatan serta saling jaga jarak.
Jawaban di atas tentu tidak salah, namun kurang tepat. Dalam memahami sebuah tren, ada berbagai aspek yang bisa dianalisis dan dikaji. Oleh karena itu, harapannya kita tidak hanya mengetahui tren secara praktis, namun juga secara mendalam dan empirik.
Teori Konsumsi
Untuk dapat memahami fenomena ini secara dalam, kita dapat menggunakan teori konsumsi yang dicetuskan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels dalam melihat fenomena kembalinya tren bersepeda sebagai alat transportasi di masa sekarang.
Dalam teori konsumsi, pertama-tama kita harus pahami terlebih dahulu perbedaan antara cara hidup masyarakat sosial kapitalis dengan masyarakat pra-kapitalis. Masyarakat pra-kapitalis dapat dimengerti sebagai masyarakat feodal.
Masyarakat pra-kapitalis adalah jenis masyarakat yang kegiatan konsumsinya bersifat segera di konsumsi atau ditukar dengan barang lain (Storey, 2006).
Sifat feodal akhirnya perlahan runtuh seiring dengan hadirnya konsep kapitalisme, yang berorientasi pada pasar, uang dan keuntungan sebesar-besarnya. Kegiatan konsumsi menjadi terpisah, dari kebutuhan sederhana untuk memenuhi hajat hidup menjadi suatu aspek bagi manusia untuk mendapatkan hiburan.