Lihat ke Halaman Asli

Thomas Panji

TERVERIFIKASI

Content Writer

Memahami Semangat Spiritual Suku Batak

Diperbarui: 17 Mei 2022   10:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambaran perempuan suku Batak tempo dulu| tobatabo.com

Setiap suku yang ada di Indonesia memiliki keunikannya masing-masing. Keunikan tersebut salah satunya berasal dari identitas spiritualnya. 

Suku Batak memang sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Suku yang bisa ditemukan hampir diseluruh penjuru Indonesia ini, memang terkenal sebagai salah satu suku yang unik dan cukup mencolok keberadaannya di dalam kehidupan multikultur masyarakat Indonesia. 

Suku Batak di benak masyarakat urban secara umum sangat terkenal dengan lapo, gereja Kristen dengan perayaan yang semarak, minuman tuak, profesi pengacara dan bisnis transportasi.

Meski penilaian terhadap suku Batak di atas tidaklah salah, namun untuk menjelaskan identitas dari suku Batak, kita tidak boleh melihatnya hanya dari sudut pandang yang demikian. Butuh suatu perspektif yang jauh lebih dalam dan kuat untuk memahami betapa luhur dan kompleksnya semangat hidup serta sejarah dari suku Batak. Salah satu cara untuk memahami suku Batak dengan perspektif yang jauh lebih sopan adalah dengan mengetahui semangat spiritual kesukuan mereka.

Semangat spiritual kesukuan mencerminkan semangat hidup dan adat istiadat dari perjalanan serta pengalaman mereka dalam menghadapi berbagai tantangan. Semangat spiritual kesukuan juga menjadi gambaran abstrak dari bagaimana sebuah suku menghargai dan menghormati hubungan antara manusia dengan semesta yang memberi mereka kehidupan. Suku Batak dikenal sebagai salah satu suku di Indonesia yang memiliki perjalanan spiritual kesukuan yang kuat dan luhur.

Dalam sejarah spiritualnya, suku Batak memiliki kepercayaan terhadap keberadaan sebuah ruh yang dikenal sebagai Debata hasi asi atau Sang Pencipta Alam Semesta. 

Menurut Anthony Reid dalam buku Sumatera Tempoe Doeloe dari Marco Polo sampai Tan Malaka (2014), orang Batak percaya bahwa kehidupan spiritual mereka diatur dan dijalankan oleh tiga ruh yang masih berasal dari keturunan Debata hasi asi, yakni Batara Guru, Soripada dan Mangana Bulan. 

Ketiga ruh ini memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing. Batara Guru adalah dewa keadilan, Soripada adalah dewa belas kasih dan Mangana Bulan adalah sumber kejahatan. Dalam melakukan tugasnya, ketiga ruh ini menggunakan perantara (wakil) yang tersebar di berbagai tempat di dunia. Para wakil ini masing-masing diberi gelar Debata digingang, Debata detora dan Debata dostonga atau biasa dikenal sebagai dewa atas, dewa bawah dan dewa tengah (Reid, 2014).

Jika diperhatikan dengan seksama, fungsi dan tugas dari ketiga ruh tersebut tampak mirip seperti ajaran agama Hindu yang mempercayai konsep mengenai tiga dewa dan tiga dunia, yakni Wisnu (pemelihara), Siwa (penghancur) serta Brahmana (pencipta). 

Dalam kepercayaannya, orang Batak percaya bahwa Mangana Bulan memiliki posisi yang penting dalam urusan hidup manusia ketimbang Batara Guru maupun Soripada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline