Kersanan Ndalem adalah strategi melawan penjajah yang dibalut dalam pesta perjamuan makan.
Sebagian besar dari kita yang pernah berkunjung dan berwisata kuliner ke Yogyakarta, mungkin akan merekomendasikan sejumlah panganan khas Yogyakarta seperti gudeg, bakmi jawa, bakpia, angkringan, dan lainnya kepada kerabat atau sanak saudara yang juga ingin berwisata kuliner ke Yogyakarta. Meski begitu, namun rasanya sangatlah sempit jika kita selalu merekomendasikan legitnya gudeg, gurihnya bakmi jawa, dan manisnya bakpia saja sebagai makanan khas Yogyakarta.
Sebab faktanya, Yogyakarta sebagai salah satu kota pariwisata yang bertumpu pada warisan budaya, tentunya memiliki tradisi dan budaya kuliner yang sangat lah kaya serta beragam, dan tidak hanya berhenti pada sajian kuliner yang itu-itu saja. Bukti bahwa Yogyakarta memiliki tradisi dan budaya kuliner yang kaya serta beragam dan tidak hanya itu-itu saja dapat kita temukan dan nikmati cita rasanya dari tradisi jamuan makan di lingkungan Keraton Yogyakarta, bernama Kersanan Dalem.
Untuk mengetahui secara lebih jauh dan mendalam terkait apa itu Kersanan Dalem, bagaimana sejarahnya, menu-menu apa saja yang biasanya disajikan, dan lain-lainnya, penulis sangat beruntung bisa mendapatkan penjabaran secara langsung dari Prof. Dr. Ir Murdijati Gardjito, mantan dosen teknologi pangan Universitas Gadjah Mada dan peneliti budaya kuliner Indonesia serta Anton, kepala koki restoran Bale Raos, salah satu restoran eksklusif oleh Keraton Yogyakarta.
Berkenalan dengan Kersanan Dalem
Menurut Gardjito (2010), Kersanan Dalem dikenal sebagai hidangan kesukaan para raja atau sultan yang sedang memerintah. Kersanan Dalem terdiri dari dua kata dan arti, yakni Kersanan (bahasa Jawa) yang artinya sangat disukai dan Dalem yang artinya sebagai sesuatu (khususnya makanan) yang sangat di hormati dan disanjung oleh masyarakat serta hamba-hamba istana, khususnya bagi masyarakat Jawa Mataraman, seperti Yogyakarta dan Surakarta yang masih diperintah oleh sistem monarki.
Sehingga secara harfiah, Kersanan Dalem artinya adalah makanan (sajian) yang sangat disukai oleh raja atau sultan yang sedang bertahkta. Menurut wawancara bersama Gradjito, sejarah Kersanan Dalem mulanya berkembang sejak zaman Kesultanan Mataram Islam berdiri hingga diteruskan oleh penerusnya, yang salah satunya adalah Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Namun sayangnya, literasi soal Kersanan Dalem baru ditulis sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubowono VII hingga sekarang.
Atas itu, menu makanan kesukaan para sultan dari era Kesultanan Mataram Islam hingga Sri Sultan Hamengkubowono VI, tidak dapat diketahui secara pasti, dan kalau pun ada, menurut Gardjito sangat-sangat lah minim sumber primernya . Menurut Gardjito, pencatatan terhadap kekayaan kuliner seperti Kersanan Dalem ini sangat penting bagi Keraton, sebab dapat menjadi warisan budaya, sejarah, dan intelektual yang dapat digunakan untuk berbagai hal, seperti politik, pariwisata, ekonomi, dan lainnya.
"Sebetulnya sangat disayangkan bahwa Kersanan Dalem baru ditulis sekitar lebih dari 100 tahun yang lalu dan tidak dijadikan sebagai salah satu proyek budaya oleh para punjangga Keraton. Padahal, melalui itu kita bisa memaksimalkan kekayaan kuliner ini sebagai salah satu cara untuk memperkenalkan Yogyakarta sebagai kota yang memang punya budaya yang sangat tinggi, khususnya kuliner," tutur Gardjito saat diwawancarai di kediamannya di daerah Sosrowijayan.
Sehingga, menurut Gardjito kajian sejarah soal Kersanan Dalem perlu dijadikan fokus tersendiri oleh Keraton Yogyakarta, karena melalui itu keraton mampu semakin menemukan nilai keistimewaan tentang kekayaan hasil bumi sekaligus kekayaan kuliner Yogyakarta, yang dapat menjadi identitas sekaligus kebanggaan. Atas itu, Kersanan Dalem harus digenapi dengan sungguh-sungguh oleh setiap pelakunya, yakni seluruh lapisan masyarakat, terkhususnya para punjangga keraton dan para abdi dalem.