Lihat ke Halaman Asli

Thomas Ofni

Non scholae sed vitae discimus

Internet Lemot, Mimpi Modernisasi Buyar: Sebuah Refleksi terhadap Kualitas Jaringan Internet di Pedalaman Indonesia

Diperbarui: 20 Juli 2024   13:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://m.kominfo.go.id/content/detail/16546/kominfo-internet-of-things-bisa-dorong-produktivitas-petani/0/sorotan_media

Sudah tahun 2024, era sinyal internet sudah level 5G, berarti sudah modern, dong, masa ini. Namun, mimpi modernisasi yang ada di pedalaman lama-lama bisa buyar, karena lambatnya sinyal internet yang ada. Ketergantungan masyarakat akan sinyal, terutama sinyal internet, sudah masuk ke dalam kebutuhan primer. Mengapa penulis "berani" berpendapat seperti demikian? Karena sinyal internet sudah menjangkau di segala lini kehidupan, terutama kehidupan bermasyarakat. Dari kehidupan di desa, dan tentu saja, di kota besar kebutuhan akan sinyal internet dibutuhkan secara massif.

Kehidupan di desa erat kaitannya dengan mata pencaharian masyarakatnya yang berupa pertanian. Jangan dikira petani tidak membutuhkan internet. Internet yang memadai, erat kaitannya dengan produktivitas pangan yang meningkat. Apabila suatu tanaman pangan, misalkan padi terkena penyakit, maka akan sangat membantu apabila petani tersebut dapat mencari sebab dan pengentasan penyakit tanaman tersebut dengan segera. Sekarang kan sudah terdapat banyak sekali aplikasi yang dapat mencari tahu penyakit tanaman pertanian, serta memberikan saran pestisida untuk menanggulanginya. Dari segi analisis usaha tani, petani dapat mencari tahu harga pupuk, harga benih, harga pestisida tersebut, dan kemudian mencari harga jual komoditas pertanian tersebut dengan tepat. Akhirnya, pertanian tersebut berlangsung sustain dan output nya maksimal.

Demikian pula untuk aspek pendidikan. Masih terlihat banyak anak sekolah yang kesulitan mengakses informasi lanjutan mengenai materi yang didapatnya di sekolah. Belajar hanya bermodalkan textbook saja kurang maksimal. Informasi yang ada di luar sana tidak terbatas, namun cara meraih informasi tersebut sangat sulit, terutama untuk di daerah tertinggal, terpencil, terluar (3T). Serta informasi mengenai perguruan tinggi negeri. Artikel ini merupakan opini, oleh karena itu penulis banyak menemukan bahwa anak-anak di daerah terpencil, contohnya di Indonesia bagian timur, sedikit yang berkuliah di perguruan tinggi negeri. Kebanyakan siswa-siswa yang berkuliah di PTN tersebut adalah anak yang berasal dari kota-kota besar, yang tentu saja akses internet nya tidak terbatas. Sedangkan anak-anak yang berasal dari desa-desa pedalaman seringkali berkuliah di kampus yang grade B atau bahkan grade C. Padahal, secara akademik, mereka dapat diadu dengan anak yang berasal dari kota-kota besar Indonesia bagian Timur, sehingga sama-sama memiliki kans yang sama untuk masuk ke perguruan tinggi negeri.

Dari dua aspek itu saja, kesulitan meraih sinyal internet merupakan suatu kesengsaraan, yang sebenarnya sudah bisa dientaskan dari dulu. Sudah ada kok program menara internet mini yang berasal dari salah satu provider berplat merah di negara ini. Namun, terungkap bahwa program tersebut telah dikorupsi. Birokasi yang ada di daerah tidak terlibat dalam korupsi ini karena tugas mereka hanya sebatas mengurus perizinan tanah untuk menara internet. Korupsi terjadi pada spesifikasi teknis menara, yang berakibat pada penyediaan sinyal internet yang tidak optimal. Menara tersebut berdiri gagah menantang langit, di mana penulis banyak menjumpai nya sendiri, namun tidak dapat berfungsi dengan baik, lelet sekali, aduh. Ada iya ada, sinyal 4G nya tertulis di handphone kita. Namun, proses loading yang bahkan memakan waktu 1 jam, hanya untuk mengunduh file berukuran 1 megabyte.

Apakah ada penyelesaian masalah untuk ini? Jelas ada. Ya kembalikan saja spesifikasi teknis menara tersebut ke spesifikasi seharusnya, wong ada beberapa menara yang tidak dikorupsi, namun berdiri sesuai spesifikasi teknis aslinya. Menara tersebut terbilang kencang, kok, untuk mengakses internet. Simpel kan? Seperti mengutip dari Almarhum Gus Dur, "Gitu aja kok repot".

Jadi, apakah sinyal internet kencang yang merata di republik ini sudah faktual adanya? Ataukah masih utopia semata yang jauh dari jangkauan kita?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline