Lihat ke Halaman Asli

thomas edison soinbala

Pelajar sekolah

Sebermula I

Diperbarui: 30 Juli 2024   21:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

                   Biar aku memulainya dengan sebuah kesimpulan yang terpahat dari setiap peristiwa, merangkak bersama waktu hingga akhirnya berakar permanen dalam dimensiku. Terlahirlah sebuah obsesi. Bergemuruh, menggema, memaksa, menuntut. 

Akhirnya aku harus membedahnya. Bukan apa-apa, tetapi itu sungguh merepotkan. Aku tidak akan menyebutnya sebagai tanggungjawab, karena yang namanya tanggungjawab sifatnya wajib. Ini sesuatu yang terjadi begitu saja. 

Sakit memang! Tetapi yang pasti, itu mengandung zat adiktif, membuatku menjadi candu hingga aku tak menggubris kenyataan bahwa aku sedang menukar jiwaku dengan sesuatu yang tidak aku minta sama sekali. Tidak masalah karena aku terlanjur menggilaimu dan tak ingin kau dimiliki oleh siapapun. Kau pantas mendapat semua pengorbanan.


                       Desa ini sedang diselimuti hujan tatkala hidupku harus berubah dengan hadirmu yang tiba-tiba tiba.  Mengapa aku menyebutnya tiba-tiba tiba? Karena bahkan untuk membuat progres paling receh pun aku tidak sempat. Engkau bak malaikat yang diutus untuk merubahku? Itu mutlak! 

Tetapi apakah malaikat kehidupan? Tak bisa aku pastikan! Mengapa? Karena kau tidak hanya membuatku mati-matian untuk mematikan rasamu menjadi milikku utuh dan permanen, tetapi aku juga mati dalam rasa bahkan mati ketika kau kembali ke asalmu yang "entah" bersama seluruhmu dengan rutinitasmu yang sistematis. Aku berusaha mendekatimu, kau pelor hilang dalam tikungan. 

Aku mati gila dalam kegilaan dari hadirmu yang gila, sementara kamu semakin menggila dalam jarak yang kau paut sendiri. Kau sangat skeptis dan egoistik tidak hanya dalam alam pikiran, malainkan menyata dalam detak jantung yang berusaha kuselaraskan dengan degupmu walau itu sangat mustahil.


Walau begitu, aku semakin ngotot mengejar sekalipun kau popot dalam larimu. Itu menjijikan tetapi harus diakui sebagai konsekuensi dari hadirmu yang sangat lekas.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline