Pada Kamis (25/07), para menteri keuangan negara-negara G20 berkumpul untuk membahas isu ketimpangan kekayaan. Ketimpangan kekayaan adalah pembagian kekayaan yang tidak merata antara orang kaya dan orang miskin dalam suatu masyarakat.
Menurut Oxfam International, 1% orang terkaya di seluruh dunia menguasai hampir dua pertiga (63%) dari seluruh kekayaan baru yang diciptakan antara Desember 2019 dan Desember 2021, yang berjumlah $26 triliun. Sebaliknya, kelompok 99% terbawah hanya menerima $16 triliun. Selain itu, Forbes melaporkan bahwa jumlah miliarder telah mencapai angka tertinggi sepanjang masa, dengan 2.781 individu secara kolektif memiliki kekayaan $14,2 triliun pada tahun 2024, meningkat sebesar $2 triliun dari tahun 2023.
Salah satu faktor penyebab ketimpangan kekayaan adalah penghindaran pajak. Direktorat Jenderal Pajak memperkirakan terdapat sekitar Rp 670 triliun (sekitar USD 45 miliar) aset-aset di Indonesia yang belum dilaporkan sehingga tax ratio Indonesia menjadi 10%, di bawah rata-rata tax ratio negara-negara di kawasan Asia Pasifik.
Hal tersebut membuat kekayaan terus berada dan bertambah di tangan orang kaya. Kekayaan besar itu diinvestasikan kembali sehingga kekayaan bertumbuh secara eksponensial seiring waktu. Menurut Forbes, 20 miliarder teratas menambahkan $700 miliar terhadap kekayaan gabungan mereka selama setahun terakhir. Democracy Now memprediksi bahwa dunia akan memiliki triliuner pertama dalam satu dekade mendatang. Di sisi lain, orang miskin hidup dari gaji ke gaji, terbatas pada upah minimum. Orang kaya menjadi semakin kaya, sedangkan orang miskin menjadi semakin miskin.
Brazil, sebagai pemegang kursi kepresidenan, bekerja sama dengan para menteri keuangan dari negara-negara kaya dan berkembang terkemuka untuk mencari sebuah solusi bagi masalah ketimpangan kekayaan. G20 mengeluarkan proposal yang mendorong individu dengan total aset lebih dari $1 miliar untuk membayar pajak penghasilan setara dengan 2% kekayaan mereka melalui berbagai pajak dalam negeri, termasuk pajak kekayaan.
Berbeda dengan pajak penghasilan, pajak kekayaan adalah pajak tahunan yang didasarkan pada seluruh nilai aset yang dimiliki pembayar pajak. Sejauh ini, pajak kekayaan hanya diimplementasikan oleh lima negara karena pemerintah-pemerintah takut pajak tersebut akan berdampak negatif pada perekonomian domestik dengan menghambat investasi dan kewirausahaan.
Sistem pajak kekayaan adalah sebagai berikut. Semua wajib pajak harus melaporkan seluruh harta dan liabilitas setiap tahun melalui surat pemberitahuan tahunan. Pajak kekayaan dikenakan atas kekayaan bersih individu, yang mencakup aset berdasarkan nilai pasarnya seperti real estat, deposito bank, saham, dan investasi keuangan lainnya, dikurangi liabilitas seperti hipotek dan utang lainnya. Seluruh kekayaan bersih di atas $1 miliar akan dikenakan pajak 2%. Contohnya, jika Anda memiliki kekayaan bersih $11 miliar, Anda harus membayar pajak 2% atas kekayaan Anda di atas $1 alias $10 miliar ($11 miliar dikurangi $1 miliar). Jadi, pajak kekayaan Anda adalah $200 juta (2% dari $10 miliar).
Pajak kekayaan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan dengan memastikan bahwa individu terkaya memberikan kontribusi yang adil terhadap keuangan publik. Pendapatan dari pajak mendukung pelayanan publik dan program kesejahteraan sosial. Hal ini terbukti berhasil di salah satu negara dengan pajak kekayaan, yaitu Norwegia yang masuk peringkat 10 besar dalam distribusi kekayaan yang setara.
Jika proposal G20 ini berhasil, dunia bisa melihat peningkatan jumlah negara yang mengimplementasikan pajak kekayaan. Namun, menurut Sri Mulyani, G20 masih belum sepakat mengenai langkah terkait hal ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H