Lihat ke Halaman Asli

MOS di Sekolah: antara Selebrasi, Inisiasi, dan Kekerasan

Diperbarui: 26 Juli 2015   20:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Tahun ajaran baru telah tiba!” begitulah komentar spontan seorang anak dengan gembira. Lain anak, lain orang tua. Perasaan yang berbeda justru menggelayuti para orang tua siswa di setiap awal tahun ajaran baru.

Betapa tidak, pada satu sisi mereka bersuka cita saat putra atau putrinya diterima di suatu lembaga sekolah yang diidam-idamkan. Di lain pihak, mungkin orang tua juga gusar, cemas, dan khawatir mana kala mendengar kabar berita maraknya praktik-praktik kekerasan yang terjadi saat pelaksanaan Masa Orientasi Siswa (MOS) atau apapun namanya di banyak sekolah.

Dalam pro-kontra seperti itu saya ingin sedikit menyoroti sisi selebrasi dan dimensi inisiasi dari setiap kegiatan MOS di sekolah dengan tetap berempati dan prihatin atas masih maraknya praktik kekerasan di sekolah.

 

Selebrasi

Kegiatan MOS sangat penting bagi sekolah dan siswa baru. Karena demikian “penting” maka kejadian itu selalu “dirayakan”. Nilai paling esensial dari sebuah perayaan (celebration) adalah terjadinya kegembiraan di sana.

Maka, apapun tujuan dan bentuk kegiatan MOS mesti membawa kegembiraan sekurang-kurangnya bagi siswa baru. Suasana gembira itu perlu ada di sana setidaknya untuk dua alasan.

Pertama, bagi siswa sendiri, momen memasuki sekolah baru adalah saat yang dinanti-nantikan. Sebagai anak/ remaja/ kaum muda dunia permainan yang melekat erat pada diri mereka. Para siswa ini ibarat sedang memasuki gerbang masa depan yang terbentang luas tanpa batas. Mereka membayangkan sekolah barunya seperti “taman bermain” yang membuat mereka bisa bereksplorasi pengalaman, perasaan, pengetahuan, ketrampilan, dan tentu saja nilai-nilai kehidupan.

Kedua, bagi sekolah. Saat MOS menjadi kesempatan sekolah untuk menunjukkan kesungguhan dan kesiapan lembaga untuk mendampingi siswa baru. Kreativitas dan genuinitas lembaga sangat diuji untuk menunjukkan seberapa besar derajat kualitas pendidikan yang mereka tawarkan. Semakin berkualitas sebuah sekolah, semakin kreatif pula lembaga sekolah itu merancang dan menjalankan “perayaan” itu. Sebaliknya, semakin tidak berkualitas lembaga itu maka tidak akan pernah ada cara-cara kreatif dalam acara MOS di sekolah itu.

Kegagalan aspek selebrasi mudah dilihat dari perasaan siswa baru saat menjalaninya, seperti: acuh, malas terlibat, selalu mengeluh, sedih, tidak termotivasi, dan seabrek perasaan negatif lain. Pendeknya “proses” yang mestinya encourage juga menjadi discourage untuk para siswa baru.

Jika sudah demikian, sulit mengharapkan para siswa baru ini menjadi bangga, berkobar-kobar, dan dengan gagah berani menunjukkan identitas sebagai siswa atau alumni sekolah tersebut di kemudian hari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline