Lihat ke Halaman Asli

Guru yang Susah Berubah atau Pendekatannya yang Diubah?

Diperbarui: 21 Juli 2015   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam tata sosial masyarakat kita saat ini tak bisa dipungkiri peran para guru menjadi sangat signifikan. Tak heran jika atribut pendidik generasi masa depan bangsa dan agen perubahan di masyarakat disandangnya.

Sayangnya pada saat yang sama para guru juga dianggap pihak yang paling “susah” berubah dalam setiap reformasi kurikulum di negeri ini. Pada titik tertentu ada benarnya, namun pada sisi lain harus diakui program yang sifat melulu on the spot, one shoot deal tidak pernah mengubah cara pikir, perilaku dan keterampilan yang dimiliki guru sebagai mana diharapkan banyak pihak.

Pendekatan pengajaran yang bersifat pedagogis (pedagogy) lebih dominan daripada pola pembelajaran andragogis (andragogy). Pendekatan pedagogis lebih ditujukan bagi anak-anak dan remaja sementara pendekatan andragogis lebih memandang subyek belajar adalah para pembelajar dewasa (adult learners). Dan para guru tentu saja para pembelajar dewasa.

Sebagai pembelajar dewasa, mereka memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan siswa (yang masih anak atau remaja). Pengalaman, “perasaan” menjadi senior, nilai-nilai, keyakinan, dan pandangan yang dimiliki adalah serangkaian alasan yang lebih dari cukup agar mereka diberlakukan secara berbeda dalam metode/ strategi pengembangan profesionalitasnya.

Knowles, M. S (2005), mengidentifikasi beberapa karakter dasar pembelajar dewasa dan bagaimana mesti berelasi dengan mereka. Karakter itu antara lain pertama, autonomous dan self-directed.

Para guru perlu diberikan kebebasan untuk menentukan apa yang akan mereka pilih dan lakukan. Maka peran instruktur bagi mereka sungguh sebatas fasilitator dan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi mereka terlibat dalam proses belajar dengan mengakomodasi minat, pandangan, dan ketertarikan atas suatu topik atau permasalahan tertentu. Dengan begitu, cara-cara yang sekedar mendikte dan mengarahkan pada tujuan yang lepas dari konteks mereka secepatnya perlu dihindari.

Kedua, senantiasa mengaitkan pengetahuan (knowledge)  dengan pengalaman hidup (life experiences) mereka. Sebagaimana profesi lain, setiap individu seorang guru juga dipengaruhi pekerjaan masa lalunya, keluarga, pendidikan dan lainnya. Itu artinya setiap aktivitas belajar dan proses pengolahan pengetahuan sebaiknya dikaitkan atau dihubungkan dengan pengalaman yang mereka temukan dan alami dalam hidup mereka sehari-hari.

Ketiga, berorientasi pada goal/ tujuan. Para pembelajar dewasa perlu menjadi jelas terlebih dahulu di awal program perihal gambaran dan urain tentang tujuan perubahan, bukti perubahan, dan strategi pencapaian yang diharapkan. Tanpa semua itu, mereka tidak akan berpartisipasi secara penuh baik dalam program maupun saat mengimplementasikan program itu sendiri.

Keempat, pembelajar dewasa bersifat relevancy-oriented. Mereka selalu mempertanyakan alasan (apa, mengapa, bagaimana) atas segala sesuatu yang dipelajarinya, tidak terkecuali pertanyaan sejauhmana kaitan atau relevansi yang dipelajari itu dengan persoalan dalam bidang pekerjaannya. Tatkala pengetahuan dan keterampilan yang diterima sungguh menjawab persoalan yang dihadapi, maka antusiasme dan motivasi yang berkobar-kobar akan muncul, jika hal itu tidak terjadi, sikap menarik dirilah yang akan muncul. Untuk mengantisipasi semua itu, instruktur perlu melakukan survey sebelum melibatkan mereka dalam pelatihan atau program pengembangan.

Kelima, bersifat praktis (practical). Pembelajar dewasa lebih tertarik dengan hal atau informasi yang sifatnya praktis dan membantu memecahkan masalah dalam pekerjaan mereka. Sebaliknya, sekiranya hal-hal informasi, pengetahuan, atau sesuatu yang sifatnya konseptual instruktur perlu secara eksplisit menunjukkan keterkaitan dengan pekerjaan mereka.

Dan terakhir perlu menunjukkan sikap hormat (respect) kepada mereka. Instruktur perlu mengedepankan dan membawa setiap pengalaman mereka ke dalam kelas. Kepadanya perlu diperlakukan “sama” atas pengalaman dan pengetahuan yang mereka miliki, dan secara bebas terbuka diberikan kesempatan pula untuk menyampaikan pandangan pribadinya. Instruktur pelatihan yang secara tulus menunjukkan rasa hormat dan apresiasi yang mendalam atas kiprah, proses, dan apa yang telah mereka miliki selama ini merupakan suatu yang penting dan bermakna.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline