Lihat ke Halaman Asli

Belajar dari Aksi Jambret Jalanan

Diperbarui: 17 Oktober 2015   06:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Thobib Al-Asyhar

Pejambretan di atas bus umum bukanlah fenomena baru. Di Jakarta khususnya. Jika selama ini sering membaca atau mendengar orang lain mengalami peristiwa pejambretan, ini betul-betul saya alami sendiri. Hal sama saya alami beberapa tahun lalu. Entah tahun berapa, lupa.

Peristiwanya begini. Tepat pukul 17.15 hari Jumat (9/10), saya naik Metro Mini 640 jurusan Tanah Abang-Pasar Minggu dari depan kantor, Jl. MH. Thamrin 6 Jakarta menuju stasiun Sudirman. Bukan pertama kali saya menggunakan Metro Mini ini, tapi setiap hari, pagi dan sore. Selain murah, angkutan umum yang melewati kantor saya ke dan dari stasiun Sudirman, bus ini cepat, meskipun para awaknya menganggap penumpangnya setengah manusia. Hehe… Ya begitulah. Ngebut, jarang pake rem, sekalinya ngerem mendadak. Yang penting, fuluuuusss….

Seperti biasanya, saya naik dari depan Bank Syariah Mandiri (seberang kantor saya). Awalnya hanya dua penumpang, saya dan seorang ibu-ibu. Sepanjang perjalanan Kantor-Stasiun Sudirman yang hanya ditempuh sekitar 5-7 Menit, banyak penumpang lain naik. Selama Di atas bus saya menggunakan HP untuk menjawab beberapa komen di Facebook dan WA. Mungkin…. ini awal dari petaka, ada gerombolan penjambret yang ngincar.

Saat mendekati Stasiun, saya bersiap-siap turun dan buru-buru memasukkan HP di saku depan baju. Nah, biasanya saya memasukkan HP dalam saku tas. Tapi mungkin karena lagi apes, kebiasaan itu tidak saya lakukan. Entah kenapa. Maklum lah, semua penumpang harus cepat, segera ngeluarin ongkos, dan bis buru-buru tancap gas kejar sewa yang lain. Saat saya memberikan ongkos kepada sopir (tidak ada kondekturnya), kaki kanan saya seperti ada yang megang. Di depan pintu ada dua orang berbadan kekar, berkaos putih dan celana jeans biru menghalang-halangi ketika saya mau turun bus. Saya sudah bilang, permisi berkali-kali tidak digubris...

Dalam batin saya bergumam, ini orang-orang mau apa? Saya mau turun kok dihadang. Saat saya nengok kaki kanan yang sepertinya digondelin, dengan secepat kilat orang yang menghadang di depan pintu mengambil HP saya. Begitu saya melangkah turun, saya baru sadar kalau HP saya dijambret. Saat bus mau jalan, saya naik lagi dengan tujuan mau melawan komplotan bandit itu. Saya lihatin ketiga bandit itu, sementara bus berjalan dengan kecepatan tinggi.

Saat saya mau teriak jambret dengan menunjuk ketiga orang itu, saya tiba-tiba ingat jika banyak peristiwa orang yang dijambret justru menjadi korban penghakiman massa karena berbalik dituduh jambret oleh gerombolan jambret. Apalagi para bandit itu kekar-kekar, bertubuh atletis, dan berwajah sangar….. Hehe, ternyata gue takut sama bandit…. Apalagi ingat karier, anak, istri, dan yang penting nyawa! Akhirnya saya minta diturunkan sopir…. Bang turuuuunnn…..

Dengan langkah gontai, terbersit ingin mencari polisi yang bertugas di sekitar Jl. Sudirman. Saya tidak menemukan satu pun petugas. Setidaknya kalau saya laporkan bahwa di Metro Mini 640 yang saya tumpangi ada jambret, polisi dapat menghubungi rekannya dengan Handy Talky dan segera menangkap ciri-ciri bandit yang akan saya sebutkan. Hehe, itupun kalau mereka mau lho ya…. Sebab ada yang bilang, sebenarnya polisi sudah tahu mereka itu masalah laten di bis umum. Namun karena tidak ada petugas, akhirnya saya menghela nafas panjang untuk mencoba menenangkan diri terkait hilangnya data-data penting di HP, dan melanjutkan perjalanan pulang dengan CommLine.

Tentu ini menjadi pelajaran berharga untuk saya dan pembaca tulisan ini. Pelajaran memang mahal. Secara teori mungkin kita sudah tahu soal modus spt ini. Tapi pengetahuan teori tidak “rasikh” atau tertancap dalam benak jika tidak dibarengi oleh pengalaman nyata. Sama halnya kita secara teori tahu bahwa garam itu asin, gula itu manis. Saat diminta untuk menjelaskan, kita tidak mampu menggambarkan bagaimana asinnya garam dan manisnya gula. Yang bisa dilakukan adalah kita mencicipi rasa garam dan gula. Itulah pengalaman, yang bisa memberi pelajaran batin buat kita.

Nah pelajaran apa yang bisa diambil dari peristiwa penjambretan di ruang publik, khususnya angkutan umum, setidaknya seperti yang saya alami sendiri, ini dia diantaranya:
 Janganlah membiasakan diri menggunakan HP jika naik angkutan umum. Dibalik keasyikan menggunakan HP sangat mungkin ada pihak atau orang yang mengincarnya. Buktinya saya sendiri. Selama ini saya merasa aman-aman saja menggunakan HP di angkutan umum, khususnya Metro Mini dan Kopaja. Tapi ini bener-bener sial, dan jambret beraksi dengan telanjang, di depan banyak orang. Tida ada yang peduli. Bisa saja mereka takut, bisa pula terkena penyakit sosial: masa bodo.
 Di tempat-tempat publik, apalagi di Metro Mini dan Kopaja, sebaiknya lebih hati-hati, lebih pandai-pandai mencari cara agar barang berharga kita tidak dirogoh copet atau diambil paksa oleh jambreters. Namanya juga bandit, serapi apapun, mereka selalu ada cara untuk mencuri atau ambil paksa. Itulah yang bisa mereka lakukan. Dalam prinsip hidup mereka begini: nyopet atai njambret adalah perjuangan… Hehe…
 Copet atau jambret biasanya melakukan aksinya dengan berkelompok. Kebetulan yang saya alami, para pencopetnya sekitar 3 orang dengan badan yang besar-besar, dan relatif berani karena beraksi di tengah keramaian. Bisa dibayangkan jika mereka diteriakin massa, taruhannya nyawa. Maka kalau ada perlawanan korban, merekapun bisa melakukan dengan cara-cara nekad dan jadi taruhan nyawa korbannya.
 Berdasarkan informasi, copet atau jambret yang beroperasi di bus-bus umum, khususnya Metro Mini dan Kopaja di sekitar Sudirman dan Thamrin telah banyak diketahui oleh masyarakat. Banyak korban yang bersaksi kepada saya. Bahkan mungkin para sopir pun juga sudah tahu, atau bisa jadi bekerja sama. Selain itu, diantara mereka seperti ada MoU soal “zona operasi”. Satu kelompok beroperasi di suatu zona, kelompok lain di zona berikutnya. Jadi tidak boleh antara mereka melanggar zona yang telah disepakati. Hebat kan? So, bagi anda yang menggunakan bus-bus itu agar ekstra hati-hati. Taruh dompet dan HP di tas, dikekepin, dan selalu waspada. Atau yang lebih aman ya tidak menggunakan bis-bis itu dengan beralih ke angkutan yang lain.
 Satu hal penting yang dapat saya ambil pelajaran dari penjambret itu adalah mereka bekerja secara profesional. Kerja sama tim cukup solid dengan hasil yang maksimal. Tanpa gejolak, dan berjalan smooth. Kalau saya bilang, mereka adalah tim yang sudah terlatih, setidaknya mereka sudah pernah ikut training penjambretan atau pencopetan… Hehe…

Nah kesimpulan dari saya atas peristiwa penjambretan yang saya alami begini: mari kita lebih hati-hati dalam banyak hal. Apalagi menyangkut penggunaan materi, seperti HP yang sangat mungkin orang lain pengen memilikinya. Setiap kenikmatan yang kita miliki selalu mengundang iri orang lain. Jadi kalau kita punya kekayaan, meskipun tidak mewah, berpotensi orang lain iri. Terakhir, pekerjaan apapun yang kita lakukan, sebaiknya dilakukan dengan profesional, membentuk tim yang solid, dan kerja sama yang rapi seperti kelompok penjambret. Hehe… Dibalik musibah selalu ada hikmah….

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline