Ruang kelas itu riuh rendah dengan suara teriakan murid perempuan yang rambutnya ditarik-tarik teman lelaki di belakannya, suara itu ditingkahi dengn teriakan siswa yang berkejaran satu dengan lainnya, terkadang mereka sampai naik ke atas meja dan meninggalkan sumpah serapah anak2 yang duduk di sana …. potongan kapur tulis, gulungan kertas, kerikil kecil bertebaran di udara…seolah merayakan pelajaran terakhir di siang ini yang ditiadakan karena mendadak pak Guru dipanggil rapat di dinas dan kami hanya ditinggali tugas yang harus dikumpulkan saat jam pelajaran usai…
Tiba-tiba saja …” DJELETARRRRRRR…” suara penggaris kayu sepanjang 1 meter menggelegar karena dipukulkan ke pintu kelas….. saking kerasnya, garisan itu retak di bagian tengahnya.
Seketika ruang kelas senyap, hilang sudah hiruk pikuk yang sebelumnya terjadi…. Hafidz dan Irfan yang suaranya paling kencang, kali ini diam seribu hahasa, menciut di sudut ruangan….
Pak Uba Subandi dengan tatapan sangar memandangi satu persatu wajah ke- 42 anak didiknya yang bersesakan di ruang kelas SDN Pakuwon 1 Sumedang… Tak ada satupun dari kami yang berani mendongakkan kepala, semua mata tertunduk. Kegalakan Pak Uba sudah melegenda, cerita tentang ketegasannya selalu jadi buah bibir yang diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Apalagi beliau mengajar Matematika, momok yang paling menakutkan bagi kebanyakan siswa.
…” DJELETARRRRRRR…” kali ini penggarisnya menghantam pinggiran meja guru…dan dia berkata lirih, sepatah demi sepatah…”kalian tahun depan sudah SMP, sudah akil balik…coba tunjukkan sikap dewasa kalian…”
‘Titoook, coba kamu kumpulkan tugas teman2mu yang tadi saya berikan”…. mendengar hal itu, kepala kami tertunduk makin dalam…keringat sebesar biji semangka mulai membanjari wajah kami….tak ada satupun dari kami yang tadi berniat mengerjakannya
”TTOOOOOKKK….” kali ini nada bicaranya mulai meninggi…
Karena tidak beranjak juga, Pak Uba pun mendekatiku sambil memelintir cuping telingaku….” Kamu dengar apa yang saya omongkan barusan…CEPATTTTT….”.
Panas kupingku mendengarnya, sebenarnya beliau hanya memuntir saja tidak sampai menjewer dengan keras…namun karena rasa bersalah dan ketakutan…puntiran perlahan itu menjadi terasa sangat menyakitkan…dan PLAAAAKKK, telapak tangan pak Uba tanpa ampun mendarat di pipiku….kali ini lumayan keras….
Lia yang duduk di sampingku memandang prihatin, sudut matanya mulai menggenang, lengan berbulu halusnya bermaksud memegangku…namun tatapan Pak Uba membuat niatnya urung…sialan batinku….
“ Kalau kalian tidak punya niat untuk belajar ..silahkan sekarang pulang….silahkan kalian keluar..” beberapa dari kami mulai menangis, ada sebagian pula yang kencing di celana…